Sabtu, 31 Agustus 2013

Status Anak di luar Nikah dalam Kompilasi Hukum Islam


herizal
A. Pengertian dan Dasar Hukum
Jika diteliti secara mendalam, Kompilasi Hukum Islam tidak menentukan secara khusus dan pasti tentang pengelompokan jenis anak, sebagaimana pengelompokan yang terdapat dalam Hukum Perdata Umum. Dalam Kompilasi Hukum Islam selain dijelaskan tentang kriteria anak sah ( anak yang dilahirkan dalam ikatan perkawinan yang sah), sebagaimana yang dicantumkan dalam Pasal 99 Kompilasi Hukum Islam, yang berbunyi bahwa anak yang sah adalah :
  1. Anak yang dilahirkan dalam atau akibat perkawinan yang sah.
  2. Hasil pembuahan suami isteri yang diluar rahim dan dilahirkan oleh isteri tersebut
Juga dikenal anak yang lahir diluar perkawinan yang sah, seperti yang tercantum dalam Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam bahwa “ anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya ”.
Disamping itu dijelaskan juga tentang status anak dari perkawinan seorang laki-laki dengan perempuan yang dihamilinya sebelum pernikahan. Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 53 ayat (3) Kompilasi Hukum Islam :
Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan setelah anak yang dikandung lahir
Begitu juga dalam Pasal 75 huruf (b) Kompilasi Hukum Islam dijelaskan tentang status anak dari perkawinan yang dibatalkan, yang berbunyi “keputusan pembatalan perkawinan tidak berlaku surut terhadap anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan tersebut”
Sedangkan dalam Pasal 162 Kompilasi Hukum Islam dijelaskan tentang satus anak Li’an (sebagai akibat pengingkaran suami terhadap janin dan/atau anak yang dilahikan isterinya). Dengan demikian, jelas bahwa Kompilasi Hukum Islam tidak mengelompokkan pembagian anak secara sistematis yang disusun dalam satu bab tertentu, sebagaimana pengklasifikasian yang tercantum dalam UU Nomor 1 Tahun 1974. Dalam Pasal 42 Bab IX UU Nomor 1 Tahun 1974 tersebut dijelaskan bahwa anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dan atau sebagai akibat perkawinan yang sah . Yang termasuk dalam kategori Pasal ini adalah :
  1. Anak yang dilahirkan oleh wanita akibat suatu perkawinan yang sah.
  2. Anak yang dilahirkan oleh wanita didalam ikatan perkawinan dengan tenggang waktu minimal 6 (enam) bulan antara peristiwa pernikahan dengan melahirkan bayi.
  3. Anak yang dilahirkan oleh wanita didalam ikatan perkawinan yang waktunya kurang dari kebiasaan kehamilan tetapi tidak di ingkari kelahirannya oleh suami.
Karena itu untuk mendekatkan pengertian  “anak diluar nikah” akan diuraikan pendekatan berdasarkan terminology yang tertera didalam kitab fiqh, yang dipadukan dengan ketentuan yang mengatur tentang status anak yang tertera dalam Pasal- Pasal UU Nomor 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam.
Hasanayn Muhammad Makluf membuat terminology anak zina sebagai anak yang dilahirkan sebagai akibat hubungan suami isteri yang tidak sah.
Hubungan suami isteri yang tidak sah sebagaimana dimaksud adalah hubungan badan (senggama/wathi’) antara dua orang yang tidak terikat tali pernikahan yang memenuhi unsur rukun dan syarat nikah yang telah ditentukan.
Selain itu, hubungan suami isteri yang tidak sah tersebut dapat terjadi atas dasar suka sama suka ataupun karena perkosaan, baik yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah ataupun belum menikah. Meskipun istilah “anak zina” merupakan istilah yang populer dan melekat dalam kehidupan masyarakat, namun Kompilasi Hukum Islam tidak mengadopsi istilah tersebut untuk dijadikan sebagai istilah khusus didalamnya.
Hal tersebut bertujuan agar “anak” sebagai hasil hubungan zina, tidak dijadikan sasaran hukuman sosial, celaan masyarakat dan lain sebagainya, dengan menyandangkan dosa besar (berzina) ibu kandungnya dan ayah alami (genetik) anak tersebut kepada dirinya, sekaligus untuk menunjukan identitas islam tidak mengenal adanya dosa warisan. Untuk lebih mendekatkan makna yang demikian , Pasal 44 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 hanya bilamana ia dapat membuktikan bahwa isterinya telah berzina dan kelahiran anak itu akibat dari perbuatan zina tersebut.
Dalam Kompilasi Hukum Islam kalimat yang mempunyai makna “anak zina” sebagaimana defenisi yang dikemukakan oleh Hasanayn diatas, adalah “anak yang dilahirkan di luar perkawinan yang sah” sebagaimana yang terdapat pada Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam, yang menyebutkan bahwa “anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”
Semakna dengan ketentuan tersebut, Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam menyatakan :
“anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarga dari pihak ibunya”
Berdasarkan defenisi dan pendekatan makna “anak zina” di atas, maka yang dimaksudkan dengan “anak zina” dalam pembahasan ini adalah anak yang janin/pembuahannya merupakan akibat dari perbuatan zina, ataupun anak yang dilahirkan diluar perkawinan, sebagai akibat dari perbuatan zina.
Pendekatan istilah “anak zina” sebagai “anak yang lahir di luar perkawinan yang sah”berbeda dengan pengertian anak zina yang dikenal dalam Hukum Perdata umum, sebab dalam perdata umum, istilah anak zina adalah anak yang dilahirkan dari hubungan dua orang, laki-laki dan perempuan yang bukan suami isteri, dimana salah seorang atau keduanya terikat tali perkawinan dengan orang lain. Karena itu anak diluar nikah yang dimaksud dalam hukum perdata umum adalah anak yang dibenihkan dan dilahirkan diluar perkawinan dan istilah lain yang tidak diartikan sebagai anak zina.
Perbedaan anak zina dengan anak luar kawin menurut Hukum Perdata adalah :
  1. Apabila orang tua anak tersebut salah satu atau keduanya masih terikat dengan perkawinan lain, kemudian mereka melakukan hubungan seksual dan melahirkan anak, maka anak tersebut adalah anak zina.
  2. Apabila orang tua anak tersebut tidak terikat perkawinan lain (jejaka,perawan,duda,janda) mereka melakukan hubungan seksual dan melahirkan anak, maka anak tersebut adalah anak luar kawin.
Dengan demikian sejalan dengan Pasal 43 ayat (1) UU Nomor 1 Tahun 1974 yang rumusannya sama dengan Pasal 100 KHI, adalah : “anak yang lahir di luar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya”
Yang termasuk anak yang lahir di luar perkawinan adalah :
  1. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang tidak mempunyai ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menghamilinya.
  2. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat korban perkosaan oleh satu orang pria atau lebih.
  3. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang di li’an (diingkari) oleh suaminya.
  4. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat salah orang (salah sangka) disangka suaminya ternyata bukan.
  5. Anak yang dilahirkan oleh wanita yang kehamilannya akibat pernikahan yang diharamkan seperti menikah dengan saudara kandung atau sepersusuan.
Angka 4 dan 5 diatas dalam hukum Islam disebut anak Subhat yang apabila diakui oleh bapak subhatnya, nasabnya dapat dihubungkan kepadanya.

B. Akibat Hukum
Jika seorang anak telah dihukumkan sebagai anak yang lahir di luar perkawinan sebagaimana disebutkan diatas, maka terdapat beberapa akibat hukum menyangkut hak dan kewajiban antara anak, ibu yang melahirkannya dan ayah/bapak alaminya (genetiknya), yaitu :
  • Hubungan Nasab
Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam sebagaimana yang telah dikemukakan, dinyatakan bahwa anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya saja.
Hal demikian secara hukum anak tersebut saama sekali tidak dapat dinisbahkan kepada ayah/bapak alaminya, meskipun secara nyata ayah/bapak alami (genetik) tersebut merupakan laki-laki yang menghamili wanita yang melahirkannya itu.
Meskipun secara sekilas terlihat tidak manusiawi dan tidak berimbang antara beban yang diletakkan di pundak pihak ibu saja, tanpa menghubungkannya dengan laki-laki yang menjadi ayah genetik anak tersebut, namun ketentuan demikian dinilai menjunjung tinggi keluhuran lembaga perkawinan, sekaligus menghindari pencenaran terhadap lembaga perkawinan.
  • Nafkah
Oleh karena status anak tersebut menurut hukum hanya mempunyai hubungan nasab dengan ibunya dan keluarga ibunya semata, maka yang wajib memberikan nafkah anak tersebut adalah ibunya dan keluarga ibunya saja.
Sedangkan bagi ayah/bapak alami (genetik), meskipun anak tersebut secara biologis merupakan anak yang berasal dari spermanya, namun secara yuridis formal sebagaimana maksud Pasal 100 Kompilasi Hukum Islam diatas, tidak mempunyai kewajiban  hukum memberikan nafkah kepada anak tersebut.
Hal tersebut berbeda dengan anak sah. Terhadap anak sah, ayah wajib memberikan nafkah dan penghidupan yang layak seperti nafkah kesehatan, pendidikan dan lain sebagainya kepada anak-anaknya, sesuai dengan penghasilannya, sebagaimana ketentuan Pasal 80 ayat (4) Kompilasi Hukum Islam, dalam hal ayah dan ibunya masih terikat tali perkawinan.
Apabila ayah dan ibu anak tersebut telah bercerai, maka ayah tetap dibebankan memberi nafkah kepada anak-anaknya sesuai dengan kemampuannya, sebagaimana maksud Pasal 105 huruf (c) dan Pasal 156 huruf (d) Kompilasi Hukum Islam.
Meskipun dalam kehidupan masyarakat ada juga ayah alami/genetik yang memberikan nafkah kepada anak yang demikian,maka hal tersebut pada dasarnya hanyalah bersifat manusiawi, bukan kewajiban yang dibebankan hukum sebagaimana kewajiban ayah terhadap anak sah. Oleh karena itu secara hukum anak tersebut tidak berhak menuntut nafkah dari ayah/bapak alami (genetiknya).

  • Hak – Hak Waris
Sebagai akibat lanjut dari hubungan nasab seperti yang dikemukakan, maka anak tersebut hanya mempunyai hubungan waris-mewarisi dengan ibunya dan keluarga ibunya saja, sebagaimana yang ditegaskan pada Pasal 186 Kompilasi Hukum Islam : “ anak yang lahir diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan saling mewarisi dengan ibunya dan keluarganya dari pihak ibunya”. Dengan demikian, maka anak tersebut secara hukum tidak mempunyai hubungan hukum saling mewarisi dengan ayah/bapak alami (genetiknya).
  • Hak Perwalian
Apabila dalam satu kasus bahwa anak yang lahir akibat darti perbuatan zina (diluar perkawinan)tersebut ternyata wanita, dan setelah dewasa anak tersebut akan menikah, maka ayah/bapak alami (genetiknya) tidak berhak atau tidak sah menjadi wali niksahnya, sebagaimana ketentuan wali nikah dalam Pasal 19 Kompilasi Hukum Islam :
  • Wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya.
  • Yang bertindak sebagai wali nikah ialah seorang laki-laki yang memenuhi syarat hukum Islam yakni Muslim, aqil dan baligh.
  • Ketentuan hukum yang sama sebagaimana ketentuan hukum terhadap anak luar nikah tersebut, sama halnya dengan status hukum semua anak yang lahir diluar pernikahan yang sah sebagaimana disebutkan diatas.

C.   Kesimpulan
  1. Kompilasi Hukum Islam tidak mengenal istilah “anak zina” tetapi mengenal istilah “anak yang lahir diluar perkawinan” yang statusnya sama dengan anak hasil hubungan suami isteri antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat tali perkawinan yang sah, yang meliputi anak yang lahir dari wanita yang tidak mempunyai ikatan perkawinan yang sah dengan pria yang menghamilinya, atau anak syubhat kecuali diakui oleh bapak syubhatnya.
  2. Anak yang lahir diluar perkawinan atau sebagai akibat hubungan suami isteri yang tidak sah, hanya mempunyai hubungan nasab, hak dan kewajiban nafkah serta hak dan hubungan kewarisan dengan ibunya serta keluarga ibunya saja, tidak dengan ayah/bapak alami (genetiknya) begitu juga ayah/bapak alami (genetiknya), jika anak tersebut kebetulan anak perempuan.
  3. Jika anak yang lahir diluar perkawinan tersebut berjenis kelamin perempuan dan hendak melangsungkan pernikahan maka wali nikah yang bersangkutan adalah Wali Hakim, karena termasuk kelompok yang tidak mempunyai wali nasab.

Daftar Bacaan
  • Andi Syamsu Alam, Usia Ideal Memasuki Dunia Perkawinan, Sebuah Ikhtiar Mewujudkan Keluarga Sakinah (Jakarta : Kencana Mas, 2005)
  • Asy’ari Abd. Ghofar, Pandangan Islam Tentang Zina dan Perkawinan Sesudah Hamil (Jakarta: Andes Utama, 1987)
  • Bustanul Arifin, Pelembagaan Hukum Islam Di Indonesia, Akar Sejarah, Harapan dan Prospeknya ( Jakarta : Gema Insani Pers, 1966)
  • Hasanayn Muhammad Makluf, Al – Mawarits fi Al- Syari’at al- Islamiyya, Matba’ al- Madaniy, ( t. tp: 1996)
  • H. Abdul Manan, Prof. DR. SH. SIP. M. Hum., Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia, Cet Ke-2 (Jakarta : Kencana Mas : 2008)
  • Hasan Al Faraidh ( Surabaya, Pustaka Progresif, 1979)
  • J. Satrio, Hukum Waris ( Bandung : Citra Aditya Bhakti, 1990)
  • M. Al Hasan, Masail Fiqhiyyah Al Haditsah Pada Masalah – Masalah Kontemporer Hukum Islam ( Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1996)
  •  Sayyid Tsabiq, Fiqh Al Sunnah, Jilid II ( Beirut : Dar Al Fiqri: 1980)
  • Wirjono Prodjodikoro, Hukum Waris di Indonesia ( Bandung ; Sumur, 1976)

Bagaimana Hukum Cincin Nikah Dalam Islam?

Bagaimanakah Hukum Cincin Nikah Dalam Islam? Apakah ada dasar hukummnya dalam Syariat Islam seorang suami memakai Cincin Nikah? Apakah Cincin Nikah  (Tukar Cincin seteleh Ijab-Qobul) itu juga Syariat Islam?

Pernikahan di dalam islam adalah ibadah dan sebagaimana ibadah-ibadah lainnya maka ia haruslah memenuhi dua rukunnya. Pertama : Ikhlas semata-mata karena Allah swt. Kedua : Mengikuti sunah Rasulullah saw. Dua hal inilah yang dimaksud dengan amal yang terbaik didalam firman Allah swt,


”Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun,” (QS. Al Mulk : 2).

Rasulullah Saw meminta kepada setiap umatnya untuk mengambil segala sesuatu yang berasal darinya didalam setiap ibadahnya sebagai bukti kecintaan mereka terhadapnya saw. Siapa saja dari umatnya yang mencintai beliau saw maka dia kelak bersama Rasulullah saw di surga.

Ketika seorang muslim tidak mengambil sunnahnya dan justru mengambil cara-cara yang bukan berasal darinya, baik secara sadar atau tidak sadar maka dia telah menganggap apa yang ditetapkan Allah dan Rasul-Nya tidaklah lebih baik darinya. Firman Allah swt,


”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin ?(QS. Al Maidah : 50).

Didalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Anas ra bahwasanya ada beberapa orang dari sahabat mendatangi Nabi saw sebagian mereka mengatakan,”Aku tidak akan menikahi wanita.’ Sebagian lagi mengatakan,’Aku tidak akan makan daging.’ Dan sebagian lagi mengatakan,’Aku tidak akan tidur diatas tikar.’ Sebagian lagi mengatakan,’Aku akan puasa dan tidak berbuka.’ Maka berita itu sampai ke Rasulullah saw kemudian bersabda,’Celakalah kaum yang mengatakan ini dan itu, sesungguhnya aku mengerjakan shalat, aku berpuasa dan berbuka dan aku menikahi para wanita. Dan barangsiapa yang tidak suka dengan sunnahku maka ia bukanlah dari golonganku.” (HR. Bukhori Muslim).

Adapun mengenai cincin perkawinan yang sudah menjadi kebiasaan bahkan cenderung dianggap sebagai hal yang mendasar didalam suatu acara tunangan atau pernikahan maka sesungguhnya bukanlah berasal dari islam.

Penggunaan cincin didalam acara perkawainan ini sudah berlangsung sejak berabad-abad lalu yang merupakan tradisi didalam agama Yunani dan Romawi kuno yang dianggap sebagai simbol cinta kasih antara laki-laki dan perempuan. Cincin ini kemudian diadopsi dan dikembangkan di eropa (barat) dari mulai model hingga bahan pembuatannya.

Oleh orang-orang Eropa cincin ini pernah dimodifikasi menjadi bentuk-bentuk lainnya seperti kunci dan piramida. Adapun bahan pembuatannya juga mengalami perkembangan dari sekedar lempeng besi menjadi kuningan dan perunggu. Sedangkan para bangsawan dan raja-raja di Eropa menggunakan berlian sebagai bahan pembuatan cincin. Dan akhirnya yang berkembang dan menyebar di masyarakat dunia pada umumnya adalah cincin yang terbuat dari emas atau platinum.

Ada yang mengatakan bahwa pengenaan cincin perkawinan di jari manis adalah kebiasaan orang-orang Cina dengan keyakinan bahwa ibu jari adalah sebagai simbol orang tua, telunjuk adalah simbol kakak dan adik, kelingking adalah simbol anak-anak sedang jari manis adalah simbol suami istri yang akan selalu bersatu selama hidup.

Kesimpulan ini mereka ambil dengan cara yang sangat sederhana yaitu, apabila kedua telapak tangan seseorang dibuka dan jari-jemari yang ada ditangan kanan disentuhkan dengan jari-jemari yang ada di tangan kiri (ibu jari bertemu dengan ibu jari, telunjuk bertemu dengan telunjuk begitu seterusnya kecuali kedua jari tengah yang dilipat bersentuhan) dan jika jari-jemari itu satu-persatu diangkat dan ditutup kembali maka semua jari bisa melakukannya kecuali jari manis.

Nah.. semua jari yang bisa diangkat dan ditutup kembali itu diartikan sebagai simbol untuk orang-orang sekelilingnya yang akan pergi sedangkan jari yang tidak bisa diangkat (jari manis) adalah simbol untuk suami istri yang akan langgeng selamanya.

Jadi penggunaan cincin didalam suatu acara perkawinan bukanlah berasal dari islam. Dan Rasulullah saw bersabda,”Siapa yang meniru-niru suatu kaum maka ia termasuk golongan kaum itu.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).

Islam memiliki ciri dan karakteristik tersendiri yang berbeda dengan agama dan budaya selainnya. Karakteristik dan ciri islam adalah karakteristik ilahiyah yang senantiasa mengingatkannya akan kemuliaan Sang Penciptanya. Karakteristik yang tidak membuatnya lalai dari mengingat Allah swt sehingga ia dinilai sebagai suatu ibadah dan mendapatkan pahala dari Allah swt.

Kalau seandainya mereka yang mengatakan bahwa penggunaan cincin dalam perkawinan juga berasal dari islam berdasarkan hadits Rasulullah saw kepada salah seorang sahabatnya,”Berikanlah mahar, meskipun hanya sebuah cincin besi,” , (HR. Bukhori) maka tidaklah tepat karena hadits ini berkaitan dengan mahar seorang yang ingin menikah.

Imam Bukhori memasukan hadits ini kedalam Bab Mahar dengan Barang dan Cincin Besi. Artinya bahwa seseorang yang ingin menikah sedang ia tidak memiliki kemampuan dalam menyediakan maharnya maka ia diperbolehkan memberikan mahar walaupun hanya berupa cincin besi atau sesuatu yang tidak seberapa harganya. Wallahu A’lam. Sumber: EraMuslim.Com

Tags yang terkait dengan cincin nikah, harga cincin nikah emas putih, harga cincin nikah, cincin pernikahan, cincin nikah 2013, cincin nikah untuk lelaki, cincin nikah di jari mana, cincin nikah emas putih, cincin nikah omesh.

Hadits-Hadits Nabi Tentang Nikah

Pernikahan merupakan sunah nabi yang sangat dianjurkan pelaksanaannya bagi umat islam. Pernikahan adalah suatu peristiwa yang fitrah, dan sarana paling agung dalam memelihara keturunan dan memperkuat antar hubungan antar sesame manusia yang menjadi sebab terjaminnya ketenangan cinta dan kasih sayang.
Bahkan Nabi pernah melarang sahabat yang berniat untuk meninggalkan nikah agar bisa mempergunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Allah, karena hidup membujang tidak disyariatkan dalam agama. Oleh karena itu, manusia disyariatkan untuk menikah.


Dibalik anjuran Nabi kepada umatnya untuk menikah, pastilah ada hikmah yang bisa diambil. Diantaranya yaitu agar bisa menghalangi mata dari melihat hal-hal yang tidak di izinkan syara’ dan menjaga kehormatan diri dari jatuh pada kerusakan seksual.
Islam sangat memberikan perhatian terhadap pembentukan keluarga hingga tercapai sakinah, mawaddah, dan warahmah dalam pernikahan. Pernikahan memiliki tujuan untuk mengharapkan keridhoan Allah SWT. Dalam Islam pernikahan merupakan sunnah Allah dan Rasulnya seperti yang tercantum dalam hadits berikut:
Anjuran-anjuran Rasulullah untuk Menikah : Rasulullah SAW bersabda: Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku !(HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.).
Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah (HR. Tirmidzi).
Dari Aisyah, Nikahilah olehmu kaum wanita itu, maka sesungguhnya mereka akan mendatangkan harta (rezeki) bagi kamu¡¨ (HR. Hakim dan Abu Dawud).
Sabda Rasulullah SAW: Barangsiapa diberi Allah seorang istri yang sholihah, sesungguhnya telah ditolong separoh agamanya. Dan hendaklah bertaqwa kepada Allah separoh lainnya.(HR. Baihaqi).
Dari Amr Ibnu As, Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasannya ialah wanita shalihah.(HR. Muslim, Ibnu Majah dan An Nasai).
Dunia ini dijadikan Allah penuh perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan hidup adalah istri yang sholihah(HR. Muslim).
 Tiga golongan yang berhak ditolong oleh Allah : a. Orang yang berjihad/berperang di jalan Allah. b. Budak yang menebus dirinya dari tuannya. c. Pemuda /i yang menikah karena mau menjauhkan dirinya dari yang haram.(HR. Tirmidzi, Ibnu Hibban dan Hakim).
Wahai generasi muda ! Bila diantaramu sudah mampu menikah hendaklah ia nikah, karena mata akan lebih terjaga, kemaluan akan lebih terpelihara.(HR. Bukhari dan Muslim dari Ibnu Mas’ud).
Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak (HR. Abu Dawud).
Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain (HR. Abdurrazak dan Baihaqi).
Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan) (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
Rasulullah SAW. bersabda: “Seburuk-buruk kalian, adalah yang tidak menikah, dan sehina-hina mayat kalian, adalah yang tidak menikah” (HR. Bukhari).
Diantara kamu semua yang paling buruk adalah yang hidup membujang, dan kematian kamu semua yang paling hina adalah kematian orang yang memilih hidup membujang (HR. Abu Ya’la dan Thabrani).
Rasulullah SAW bersabda: Kawinkanlah orang-orang yang masih sendirian diantaramu. Sesungguhnya, Allah akan memperbaiki akhlak, meluaskan rezeki, dan menambah keluhuran mereka (Al Hadits).
Sungguh kepala salah seorang diantara kamu ditusuk dengan jarum dari besi lebih baik, daripada menyentuh wanita yang tidak halal baginya(HR. Thabrani dan Baihaqi).
Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik, daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka (atau perawan)(HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah).
Empat macam diantara sunnah-sunnah para Rasul yaitu : berkasih sayang, memakai wewangian, bersiwak dan menikah(HR. Tirmidzi).
Wahai para pemuda, siapa saja diantara kalian yang telah mampu untuk kawin, maka hendaklah dia menikah. Karena dengan menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan dan lebih menjaga kemaluan. Dan barang siapa yang belum mampu, maka hendaklah dia berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu bisa menjadi perisai baginya(HR. Bukhori-Muslim)
Janganlah seorang laki-laki dan wanita berkhalwat, sebab syaithan menemaninya. Janganlah salah seorang di antara kita berkhalwat, kecuali wanita itu disertai mahramnya(HR. Imam Bukhari dan Iman Muslim dari Abdullah Ibnu Abbas ra).
 Jika datang (melamar) kepadamu orang yang engkau senangi agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia (dengan putrimu). Jika kamu tidak menerima (lamaran)-nya niscaya terjadi malapetaka di bumi dan kerusakan yang luas(H.R. At-Turmidzi).
Kawinlah dengan wanita yang mencintaimu dan yang mampu beranak. Sesungguhnya aku akan membanggakan kamu sebagai umat yang terbanyak(HR. Abu Dawud).
Saling menikahlah kamu, saling membuat keturunanlah kamu, dan perbanyaklah (keturunan). Sesungguhnya aku bangga dengan banyaknya jumlahmu di tengah umat yang lain(HR. Abdurrazak dan Baihaqi).
Barangsiapa yang menikahkan (putrinya) karena silau akan kekayaan lelaki meskipun buruk agama dan akhlaknya, maka tidak akan pernah pernikahan itu dibarakahi-Nya, Siapa yang menikahi seorang wanita karena kedudukannya, Allah akan menambahkan kehinaan kepadanya, Siapa yang menikahinya karena kekayaan, Allah hanya akan memberinya kemiskinan, Siapa yang menikahi wanita karena bagus nasabnya, Allah akan menambahkan kerendahan padanya, Namun siapa yang menikah hanya karena ingin menjaga pandangan dan nafsunya atau karena ingin mempererat kasih sayang, Allah senantiasa memberi barakah dan menambah kebarakahan itu padanya(HR. Thabrani).
Janganlah kamu menikahi wanita karena kecantikannya, mungkin saja kecantikan itu membuatmu hina. Jangan kamu menikahi wanita karena harta / tahtanya mungkin saja harta / tahtanya membuatmu melampaui batas. Akan tetapi nikahilah wanita karena agamanya. Sebab, seorang budak wanita yang shaleh, meskipun buruk wajahnya adalah lebih utama(HR. Ibnu Majah).
Dari Jabir r.a., Sesungguhnya Nabi SAW. telah bersabda: Sesungguhnya perempuan itu dinikahi orang karena agamanya, kedudukan, hartanya, dan kecantikannya; maka pilihlah yang beragama(HR. Muslim dan Tirmidzi).
Sebenarnya masih banyak lagi hadits-hadits Nabi tentang pernikahan. Bila Anda mau menambahkan silahkan ditambahkan pada kolom komentar di bawah. Apabila Anda menemui kesalahan pada hadits-hadits tentang nikah di atas, mohon kesediaannya untuk mengoreksi agar bisa dijadikan sebagai bahan pembelajaran buat kita semua.

Tags yang terkait dengan hadits tentang nikah: hikmah nikah, contoh hadits tentang nikah, hadits tentang nikah mut'ah, hadits tentang nikah siri, hadits tentang nikah beda agama, hadist tentang nikah, hukum dan dalil nikah, hadits nabi tentang pernikahan.

Kisah Menjadi Kaya Dengan Menikah

kaya dengan nikah, rezeki nikah, menunda nikah, iptn ikatan pemuda telat nikah, tips mengatasi telat nikah
Pada hari-hari pertama pernikahan kami, suami bertanya, “Ke mana saja uangmu selama ini?” Pertanyaan itu sungguh menggedor dadaku. Ya, ke mana saja uangku selama ini? 
Buku tabunganku tak pernah berisi angka belasan hingga puluhan juta. Selalu hanya satu digit. Itu pun biasanya selalu habis lagi untuk kepentingan yang agak besar seperti untuk bayar kuliah (ketika aku kuliah) dan untuk kepentingan keluarga besarku di kampung. 
 

Padahal, kalau dihitung-hitung, gajiku tidaklah terlalu kecil-kecil amat. Belum lagi pendapatan lain-lain yang kudapat sebagai penulis, instruktur pelatihan menulis, pembicara di berbagai acara, guru privat, honor anggota tim audit ataupun tim studi.
Lalu, ke mana saja uangku selama ini? Kepada suamiku, waktu itu aku membeberkan bahwa biaya operasional untuk keaktifanku cukup besar. Ongkos jalan, pulsa telepon, nombok biaya kegiatan, makan dan traktiran. Intinya, aku mencari apologi atas aliran uangku yang tidak jelas.

Namun diam-diam aku malu padanya. Sesaat sebelum pernikahan kami, dia berkata, “Gajiku jauh di bawah gajimu...”. Kata-kata suamiku -ketika masih calon- itu membuatku terperangah. “Yang benar saja?” sambutku heran. 
Dengan panjang kali lebar kemudian dia menjelaskan kondisi perusahaan plat merah tempatnya bekerja serta bagaimana tingkat numerasinya. Yang membuatku lebih malu lagi adalah karena dengan gajinya yang kecil itu, setelah empat tahun hidup di Jakarta, ia telah mampu membeli sebuah sepeda motor baru dan sebuah rumah –walaupun bertipe RSS- di dalam kota Jakarta. 
Padahal, ia tidak memiliki sumber penghasilan lain, dan dikantornya dikenal sebagai seorang yang bersih, bahkan “tak kenal kompromi untuk urusan uang tak jelas.” Fakta bahwa gajinya kecil membuatku tahu bahwa suamiku adalah seorang yang hemat dan pandai mengatur penghasilan. Sedang aku?
***

Hari-hari Pertama Kami Pindahan
Aku menata baju-baju kami di lemari. “Mana lagi baju, Mas?” tanyaku pada suami yang tengah berbenah. “Udah, itu aja!” Aku mengernyit. “Itu aja? Katanya kemarin baju Mas banyak?” tanyaku lebih lanjut. “Iya, banyak kan?” tegasnya lagi tanpa menoleh. Aku kemudian menghitung dengan suara keras. 
Tiga kemeja lengan pendek, satu baju koko, satu celana panjang baru, tiga pasang baju seragam. Itu untuk baju yang dipakai keluar rumah. Sedang untuk baju rumah, tiga potong kaos oblong dengan gambar sablon sebuah pesantren, dua celana pendek sedengkul dan tiga pasang pakaian dalam. Ketika kuletakkan dalam lemari, semua itu tak sampai memenuhi satu sisi pintu sebuah lemari. 
Namun dua lemari besar itu penuh. Itu artinya pakaianku lebih dari tiga kali lipat lebih banyak dibanding jumlah baju suamiku. Kata orang, kaum wanita biasanya memang memiliki baju lebih banyak dibanding kaum laki-laki. Tapi isi lemari baju itu memberikan jawaban atas banyak hal padaku. Terutama, pertanyaannya di hari-hari pertama pernikahan kami tentang ke mana saja uangku. Isi lemari itu memberi petunjuk bahwa selain untuk keluarga dan organisasi, ternyata aku menghabiskan cukup banyak uang untuk belanja pakaian. Oo!

Pekan-Pekan Pertama Aku Hidup Bersamanya
Aku mencoba mencatat semua pengeluaran kami. Dan aku sudah mulai memasak untuk makan sehari-hari. Cukup pusing memang. Apalagi jika melihat harga-harga yang terus melonjak. Tapi coba lihat...! Untuk makan seminggu, pengeluaran belanjaku tak pernah lebih dari seratus ribu.
Padahal menu makanan kami tidaklah terlalu sederhana: dalam seminggu selalu terselip ikan, daging atau ayam meski tidak tiap hari. Buah–makanan -kesukaanku- dan susu –minuman favorit suamiku- selalu tersedia di kulkas. Itu artinya, dalam sebulan kami berdua hanya menghabiskan kurang dari lima ratus ribu untuk makan dan belanja bulanan. Aku jadi berhitung, berapa besar uang yang kuhabiskan untuk makan ketika melajang? Aku tak ingat, karena dulu aku tak pernah mencatat pengeluaranku dan aku tidak memasak. Tapi yang pasti, makan siang dan malamku rata-rata seharga sepuluh hingga belasan ribu. Belum lagi jika aku jalan-jalan atau makan di luar bersama teman. Bisa dipastikan puluhan ribu melayang. Itu artinya, dulu aku menghabiskan lebih dari 500ribu sebulan hanya untuk makan? Ups!

Baru Sebulan Menikah.
“De, kulihat pembelian pulsamu cukup banyak? Bisa lebih diatur lagi?”
“Mas, untuk pulsa, sepertinya aku tidak bisa menekan. Karena itu adalah saranaku mengerjakan amanah di organisasi.” Si mas pun mengangguk. Tapi ternyata, kuhitung dalam sebulan ini, pengeluaran pulsaku hanya 300 ribu, itu pun sudah termasuk pulsa untuk hp si Mas, lumayan berkurang dibanding dulu yang nyaris selalu di atas 500 ribu rupiah.

Masih Bulan Awal Perkawinan Kami

Seminggu pertama, aku diantar jemput untuk berangkat ke kantor. Tapi berikutnya, untuk berangkat aku nebeng motor suamiku hingga ke jalan raya dan meneruskan perjalanan dengan angkutan umum sekali jalan. Dua ribu rupiah saja. Pulangnya, aku naik angkutan umum. Dua kali, masing-masing dua ribu rupiah. 
Sebelum menikah, tempat tinggalku hanya berjarak tiga kiloan dari kantor. Bisa ditempuh dengan sekali naik angkot plus jalan kaki lima belas menit. Ongkosnya dua ribu rupiah saja sekali jalan. Tapi dulu aku malas jalan kaki. 
Kuingat-ingat, karena waktu mepet, aku sering naik bajaj. Sekali naik enam ribu rupiah. Kadang-kadang aku naik dua kali angkot, tujuh ribu rupiah pulang pergi. Hei, besar juga ya ternyata ongkos jalanku dulu? Belum lagi jika hari Sabtu Ahad. Kegiatanku yang banyak membuat pengeluaran ongkos dan makan Sabtu Ahadku berlipat.

Belum Lagi Tiga Bulan Menikah
“Ke ITC, yuk, Mas?” Kataku suatu hari. Sejak menikah, rasanya aku belum lagi menginjak ITC, mall, dan sejenisnya. Paling pasar tradisional. “Oke, tapi buat daftar belanja, ya?” kata Masku. Aku mengangguk. Di ITC, aku melihat ke sana ke mari. Dan tiap kali melihat yang menarik, aku berhenti. Tapi si Mas selalu langsung menarik tanganku dan berkata,”Kita selesaikan yang ada dalam daftar dulu?” Aku mengangguk malu. Dan aku kembali teringat, dulu nyaris setiap ada kesempatan atau pas lewat, aku mampir ke ITC, mall dan sejenisnya. Sekalipun tanpa rencana, pasti ada sesuatu yang kubeli. Berapa ya dulu kuhabiskan untuk belanja tak terduga itu?

Masih tiga bulan pernikahan “Kita beli oleh-oleh sebentar ya, untuk Bude?” Masku meminggirkan motor. Kios-kios buah berjejer di pinggir jalan. Kami dalam perjalanan silaturahmi ke rumah salah satu kerabat. Dan membawakan oleh-oleh adalah bagian dari tradisi itu.
 
“Sekalian, Mas. Ambil uang ke ATM itu...” Aku ingat, tadi pagi seorang tetangga ke rumah untuk meminjam uang. Ini adalah kesekian kali, ada tetangga meminjam kepada kami dengan berbagai alasan. Dan selama masih ada si Mas selalu mengizinkanku untuk memberi pinzaman(meski tidak langsung saat itu juga). Semua itu membuatku tahu, meskipun hemat, si Mas tidaklah pelit. Bersikaplah pertengahan, begitu katanya. Jangan menghambur-hamburkan uang untuk sesuatu yang tidak jelas, tapi jangan lantas menjadi pelit!
***

Semester Pertama Pernikahan.
Mengkilat. Elegan. Kokoh. Masih baru. Gress. Begitu sedap dipandang mata. Benda itu, sudah sekian lama kuinginkan. Sebuah laptop baru kelas menengah (meski masih termasuk kategori low end).
Namun selama ini, setiap kali melihatnya di pameran atau di toko-toko komputer, aku hanya bisa memandanginya dan bermimpi. Tak pernah berani merencanakan, mengingat duitku yang tak pernah cukup.
Tapi rasanya, dalam waktu dekat benda di etalase itu akan kumiliki. Rasanya sungguh indah, memiliki sebuah benda berharga yang kubeli dengan uangku sendiri, uang yang kukumpulkan dari gajiku.

Sejak menikah, aku tak pernah lagi membeli baju untuk diriku sendiri. Pakaian dan jilbabku masih dapat di-rolling untuk sebulan. Sejak menikah, aku memilih membawa makan siang dari rumah ke kantor. 
Aku juga jarang ke mall lagi. Dan kini, setiap kali akan membeli sesuatu, aku selalu bertanya: perlukah aku membeli barang itu? Indahnya, aku menikmati semua itu. Dan kini, aku bisa menggunakan tabunganku untuk sesuatu yang lebih berharga dan tentu saja bermanfaat bagi aktifitasku saat ini, lingkunganku dan masa depanku nanti.  

Aku bersyukur kepada Allah. Semua ini, bisa dikatakan sebagai berkah pernikahan. Bukan berkah yang datang tiba-tiba begitu saja dari langit. Tapi berkah yang dikaruniakan Allah melalui pelajaran berhemat yang dicontohkan oleh suamiku. Yaa Rabb, terima kasih atas berkah-Mu... 

Kupinang Engkau Dengan Hamdalah

kupinang engkau dengan hamdalah pdf, ku pinang kau dengan bismillah, kupinang kau dengan hamdallah, buku kupinang engkau dengan hamdalah, ebook kupinang engkau dengan hamdalah, lirik kupinang engkau dengan bismillah, film kupinang engkau dengan bismillah, ku pinang kau dengan bismillah lirik
"Jika pinangan kami Anda terima, kami ucapkan Alhamdulillah. Dan kalau Anda menolak, maka kami ucapkan Allahu Akbar." (Bilal bin Rabbah).

Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah bersabda: "Tiga orang yang selalu diberi pertolongan Allah adalah seorang mujahid yang selalu memperjuangkan agama Allah, seorang penulis yang selalu memberi penawar dan seorang yang menikah untuk menjaga kehormatannya" (HR Thabrani).

Banyak jalan yang dapat menghantarkan orang kepada peminangan dan pernikahan. Banyak sebab yang mendekatkan dua orang yang saling jauh menjadi suami istri yang penuh barakah dan diridhai Allah.

Ketika niat sudah mantap dan tekad sudah bulat, persiapkan hati untuk melangkah ke peminangan. Dianjurkan, memulai lamaran dengan hamdalah dan pujian lainnya kepada Allah SWT. Serta Shalawat kepada Rasul-Nya. Abu Hurairah r.a. menceritakan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda: "Setiap perkataan yang tidak dimulai dengan bacaan hamdalah, maka hal itu sedikit barakahnya (terputus keberkahannya)" HR Abu Daud, Ibnu Majah dan Imam Ahmad.

Setelah peminangan disampaikan, biarlah pihak wanita dan wanita yang bersangkutan untuk mempertimbangkan. Sebagian memberikan jawaban segera, sebelum kaki bergeser dari tempat berpijaknya, sebab menikah mendekatkan kepada keselamatan akhirat, sedang calon yang datang sudah diketahui akhlaqnya, sebagian memerlukan waktu yang cukup lama untuk bisa memberi kepastian apakah pinangan diterima atau ditolak, karena pernikahan bukan untuk sehari dua hari.

Apapun, serahkan kepada keluarga wanita untuk memutuskan. Mereka yang lebih tahu keputusan apa yang terbaik bagi anaknya. Anda harus husnudzan pada mereka. Bukankah ketika meminang wanita berarti anda mempercayai wanita yang diharapkan oleh anda beserta keluarganya.

Keputusan apapun yang mereka berikan, sepanjang didasarkan atas musyawarah yang lurus, akan baik dan Insya Allah memberi akibat yang baik bagi anda. Tidak kecewa orang yang istikharah dan tidak merugi orang yang musyawarah. Maka apapun hasil musyawarah, sepanjang dilakukan dengan baik, akan membuahkan kebaikan.

Sebuah keputusan tidak bisa disebut buruk atau negatif, jika memang didasarkan kepada musyawarah yang memenuhi syarat, hanya karena tidak memberi kesempatan kepada anda untuk menjadi anggota keluarga mereka. Jika niat anda memang untuk silaturrahim, bukankah masih tersedia banyak peluang untuk menyambung?

Anda telah meminangnya dengan hamdalah, anda telah dimampukan datang oleh Allah Yang Maha Besar. Dia-lah Yang Maha Lebih Besar. Semuanya kecil.

Ada pelajaran yang sangat berharga dari Bilal bin Rabbah tentang meminang. Ketika ia bersama Abu Ruwaihah menghadap kabilah Khaulan, Bilal mengemukakan : "Jika pinangan kami anda terima, kami ucapkan Alhamdulillah. Dan kalau anda menolak, maka kami ucapkan Allahu Akbar."

Maka, kalau pinangan yang anda sampaikan ditolak, agungkan Allah, semoga anda tetap berbaik sangka kepada Allah dan juga kepada keluarganya. Sebab bisa jadi, penolakan merupakan jalan pensucian jiwa dari kedzaliman diri sendiri, bisa jadi penolakan merupakan proses untuk mencapai kematangan, kemantapan dan kejernihan niat. Sementara ada banyak hal yang dapat mengotori niat.

Bisa jadi Allah hendak mengangkat derajat anda, kecuali anda justru malah merendahkan diri sendiri. Tapi hati perlu diperiksa, jangan-jangan perasaan itu muncul karena ujub. Kekecewaan, mungkin saja timbul. Barangkali ada perasaan yang perih, barangkali juga ada yang merasa kehilangan rasa percaya diri saat itu. Ini merupakan reaksi psikis yang wajar, kecewa adalah perasaan yang manusiawi, tetapi ia harus diperlakukan dengan cara yang tepat agar ia tidak menggelincirkan ke jurang kenistaan yang sangat gelap.

Kecewa memang pahit. Orang sering tidak tahan menanggung rasa kecewa, mereka berusaha membuang jauh-jauh sumber kekecewaan. Sekilas nampak tidak ada masalah, tetapi setiap saat berada dalam kondisi rawan. Perasaan itu mudah bangkit lagi dengan rasa sakit yang lebih perih. Dan yang demikian tidak dikehendaki Islam.

Islam menghendaki kekecewaan itu menghilang perlahan-lahan secara wajar. Sehingga kita bisa mengambil jarak dari sumber kekecewaan dengan tidak kehilangan obyektivitas & kejernihan hati, kita menjadi lebih tegar, meskipun proses yang dibutuhkan untuk menghapus kekecewaan lebih lama. Kalau anda merasa kecewa, periksalah niat anda. Dibalik yang dianggap baik, mungkin ada niat yang tidak lurus.

Periksalah motif-motif yang melintas dalam batin. Selama peminangan hingga saat menunggu jawaban. Kemudian biarkan hati memproses secara wajar sampai menemukan kembali ketenangan secara mantap. Tetapi kalau jawaban yang diberikan oleh keluarga wanita sesuai harapan, berbahagialah sejenak.

Bersyukurlah. Insya Allah kesendirian yang dialami dengan menanggung rasa sepi sebentar lagi akan menghapus kepenatan selama di luar rumah. Insya Allah sebentar lagi. Tunggulah beberapa saat.

Setelah tiba masanya, halal bagi anda untuk melakukan apa saja yang menjadi hak anda bersamanya. Akan tiba masanya anda merasakan kehangatan cintanya. Kehangatan cinta wanita yang telah mempercayakan kesetiaannya kepada anda. Setelah tiba masanya, halal bagi anda untuk menemukan pangkuannya ketika anda risau.

Selama menunggu, ada kesempatan untuk menata hati. Melalui pernikahan, Allah memberikan banyak keindahan dan kemuliaan. Oleh: Sukeri Abdillah Ref: Kupinang Engkau dengan Hamdalah, M. Faudzil `Adhim.

Tags yang terkait dengan Kupinang Engkau Dengan Hamdalah, kupinang engkau dengan hamdalah pdf, ku pinang kau dengan bismillah, kupinang kau dengan hamdallah, buku kupinang engkau dengan hamdalah, ebook kupinang engkau dengan hamdalah, lirik kupinang engkau dengan bismillah, film kupinang engkau dengan bismillah, ku pinang kau dengan bismillah lirik.

Bagaimana Hukum Nikah di Bawah Umur?

menikahi anak di bawah umur, perkawinan anak di bawah umur, uu perlindungan anak, menikah di bawah umurMasih ingat dengan kasus pernikahan Syekh Puji dengan wanita di bawah umur? Kasus tersebut sempat menjadi headline berita nasional beberapa tahun silam. Pertanyaannya adalah, apakah Islam membenarkan perkawinan di bawah umur? 
Perkawinan itu merupakan sesuatu yang agung dan mulia yang harus dipertanggung- jawabkan kepada Allah SWT. Orang yang melaksanakan pernikahan hendaklah terdiri atas orang-orang yang dapat mempertanggungjawabkan apa yang diperbuatnya itu terhadap istri atau suaminya, terhadap keluarganya, dan tentunya juga terhadap Allah SWT.

Syariat Islam mengajarkan bahwa salah satu syarat utama keabsahan suatu syariat adalah apabila yang bersangkutan telah akil baligh. Oleh karena itu, seorang pria yang belurn baligh belum dapat melaksanakan kabul secara sah dalam satu akad nikah. 
Perlu diketahui bahwa dalam pelaksanaan akad nikah, calon mempelai pria mesti mengatakan kabul (penerimaan nikah) secara sadar dan bertanggung jawab. 
Adapun calon mempelai istri di dalam pelaksanaan akad nikah tidak turut serta menyatakan sesuatu sebab ijab dilakukan oleh walinya. Oleh karena itu, perkawinan seorang pria yang sudah baligh dengan wanita yang belum baligh dapat dinilai sah. 
Menurut catatan tarikh, sebagaimana diterangkan di dalam hadits Bukhari, Siti Aisyah ketika menikah dengan Rasulullah saw. masih berusia enam tahun. "Dari A’isyah bahwa Nabi saw. kawin dengan dia ketika ia berumur 6 tahun dan dipertemukan dia dengan Nabi ketika A’isyah berumur 9 tahun dan ia tinggal di sisi Nabi selama 9 tahun. " (HR Bukhari).
Kembali kepada kedudukan nikah yang agung dan mulia itu juga berfungsi sebagai forum pendidikan dan pembinaan generasi yang akan datang, maka hendaknya suatu perkawinan itu dilaksanakan setelah kedua belah pihak betul-betul mempunyai kesiapan dan kemampuan untuk melaksanakan tugas sebagaimana suami dan istri yang baik bahkan siap untuk menjadi bapak dan ibu yang baik. 
Apa yang dilakukan oleh Rasulullah saw. dengan Siti Aisyah merupakan suatu kejadian yang tentunya mempunyai hikmah yang dalam bagi kelangsungan syariat Islam, tidak semata-mata bertujuan an sich perkawinan seperti pada umumnya. Sumber: Buku 150 Masalah Nikah dan Keluarga by Drs. KH. Miftah Faridl.


Tags yang terkait dengan hukum nikah, rukun nikah, hukum nikah dalam islam, hukum nikah siri, hukum nikah mut'ah dalam islam, hukum nikah kontrak, hukum nikah ketika hamil, hukum nikah di siam, hukum nikah gantung dalam islam, menikahi anak di bawah umur, perkawinan anak di bawah umur, uu perlindungan anak, menikah di bawah umur.

Mengapa Nikah Dini?

pernikahan dini, pernikahan dini mp3, pernikahan dini menurut islam, pernikahan dini agnes monica mp3, pernikahan dini dalam pandangan islam, pernikahan dini menurut hukum perdata, pernikahan dini agnes monica download
Secara fisik, pemuda masa kini menjadi dewasa lebih cepat daripada generasi-generasi sebelumnya, tetapi secara emosional, mereka memakan waktu jauh lebih panjang untuk mengembangkan kedewasaan.

Kesenjangan antara kematangan fisik yang datang lebih cepat dan kedewasaan emosional yang terlambat menyababkan timbulnya persoalan-persoalan psikis dan sosial. Kematangan fisik, misalnya menjadikan kelenjar-kelenjar seksual mulai bekerja aktif untuk menghasilkan hormon-hormon yang dibutuhkan.

Hal tersebut menyebabkan terjadinya dorongan untuk menyukai lawan jenis, sebagai manifestrasi dari kebutuhan seksual. Pada taraf ini, keinginan untuk mendekati lawan jenis memang banyak disebabkan oleh dorongan seks.

Sejenak kita tinjau teori psikologi perkembangan yang menyatakan bahwa batasan usia masa remaja bergerak antara usia 13 sampai dengan 18 tahun, dengan dimungkinkan terjadinya percepatan sehingga masa remaja datang lebih awal. Percepatan ini disebabkan oleh stimulasi sosial melalui pendidikan yang lebih baik, lingkungan sosial yang lebih mendewasakan, serta rangsangan-rangsangan media massa, terutama media audio-visual.

Masih menurut kacamata psikologi, pada usia 18 sampai dengan 22 tahun, seseorang berada pada tahap perkembangan remaja akhir. Jika perkembangannya berjalan normal, seharusnya kita sudah benar-benar menjadi orang yang telah sepenuhnya dewasa selambatnya pada usia 22 tahun.

Masa remaja sudah berakhir dan tugas-tugas perkembangan telah terpenuhi dengan baik. Salah satu tugas perkembangan pada tahap remaja akhir adalah menikah atau mempersiapkan diri memasuki pernikahan.

Tugas perkembangan yang tidak terselesaikan pada waktunya akan menghambat perkembangan pada tahap berikutnya, sehingga potensi-potensi psikis kita tidak mengalami pertumbuhan secapa optimal. Menikah atau mempersiapkan diri untuk menikah merupakan tugas perkembangan masa remaja akhir atau dewasa awal, yakni uisa 18 sampai 22 tahun.

Yang dimaksud dengan tugas perkembangan (development task) adalah segala hal yang harus dicapai oleh individu pada suatu tahap perkembangan. Setiap tugas perkembangan harus terpenuhi pada tahap perkembangan dimana tugas tersebut berada. Keterlambatan memenuhi tugas perkembangan akan berdampak pada munculnya kompleks-kompleks psikologis.

Keterlambatan memenuhi tugas perkembangan akan membuat individu senantiasa terbebani secara psikis untuk memenuhi tugas perkembangan dari tahap sebelumnya yang belum terselesaikan dengan baik. Atas alasan ini, sudah saatnya bagi kita yang sudah berusia antara 18 sampai 22 tahun untuk berpikir tentang pernikahan, sehingga jiwa kita lebih tanang dan kualitas mental kita akan mencapai pertumbuhan yang lebih matang.

Dengan mengacu pada uraian di atas, maka tak aneh jika banyak bermunculan seminar-seminar ataupun pelatihan-pelatihan yang membahas masalah pernikahan ini, baik itu yang ditujukan bagi mereka yang sedang mempersiapkan pernikahan (pranikah) maupun bagi mereka yang telah menikah dengan segala polemik di dalam rumah tangganya.

Sebagaimana orang tua, penilaian masyarakat terhadap pernikahan di usia dini sering kali banyak bergantung pada kedewasaan kita. Banyak yang menikah pada usia muda dan masyarakat memberikan penilaian yang sangat positif, “Wah, hebat dia. Usia sekian saja sudah berani menikah.

Saya dulu sudah tua baru menikah.” dan sebaliknya banyak komentar negatif muncul ketika ada yang menikah muda karena masyarakat belum melihat ada tanda-tanda kedewasaan, sehingga yang muncul adalah ungkapan, “Udah nggak tahan apa, ya? Usia baru segitu sudah nikah.”

Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tidak semua penilaian sosial yang diberikan masyarakat ditentukan oleh tingkat kedewasaan kita serta sikap-sikap kita saja, adakalanya penilaian sosial itu dijatuhkan kepada kita berdasarkan proses belajar yang terus menerus dari masyarakat – termasuk di dalamnya hasil rekayasa sosial (social engineering) yang membentuk nilai-nilai baru dalam masyarakat, sehingga paradigma masyarakat sudah terkondisikan dan dapat menerima hal tersebut sebagai sesuatu yang sudah lazim,

Sekarang, apakah anda hanya akan menunggu nilai-nilai sosial berubah tanpa melakukan apa-apa ataukah anda yang menentukan langkah untuk (dengan mantap) menikah, mensosialisasikannya ke tengah-tengah masyarakat, dan menyadarkan masyarakat bahwa telah banyak kerusakan yang terjadi.

Dan mengingatkan masyarakat bahwa di sekeliling kita telah bermunculan banyak hal –mulai dari pornografi sampai narkotika– yang apabila tidak diantisipasi dengan baik hanya akan menyisakan kehancuran bagi generasi kita sekarang? Wallahu’alam bish-shawab. Written by Meilanny BS, manajemenqolbu.com.

Tags yang terkait pernikahan dini, pernikahan dini mp3, pernikahan dini menurut islam, pernikahan dini agnes monica mp3, pernikahan dini dalam pandangan islam, pernikahan dini menurut hukum perdata, pernikahan dini agnes monica download, pernikahan dini agnes monica, pernikahan dini lirik, hukum nikah, rukun nikah, hukum nikah dalam islam, hukum nikah siri, hukum nikah mut'ah dalam islam, hukum nikah kontrak, hukum nikah ketika hamil, hukum nikah di siam, hukum nikah gantung dalam islam, menikahi anak di bawah umur, perkawinan anak di bawah umur, uu perlindungan anak, menikah di bawah umur.

Nikah Mutah Dalam Islam

nikah mutah, nikah mut'ah halal, nikah mut'ah haram, nikah mutah download, nikah mutah software, syarat nikah mutah, pengertian nikah mutah, ocehan vikar nikah mutah, fatwa nikah mutah.
Dalam ajaran Islam, maksud utama dari pernikahan itu selain sebagai ibadah adalah untuk membangun ikatan keluarga yang langgeng (mitsaqan ghalidzha) yang dipenuhi dengan sinar kedamaian (sakinah), saling cinta (mawaddah), dan saling kasih-sayang (rahmah). Dengan begitu, ikatan pernikahan yang tidak ditujukan untuk membangun rumah tangga secara langgeng, tidaklah sesuai dengan tujuan ajaran Islam.
 

Di samping itu, jika kita tengok sejarah awal Islam, di mana ketika itu masyarakat jahiliyah tidak memberikan kepada wanita hak-haknya sebagaimana mestinya karena wanita ketika itu lebih dianggap sebagai barang yang bisa ditukar seenaknya, dapat kita ketahui betapa ajaran Islam menginginkan agar para wanita dapat diberikan hak-haknya sebagaimana mestinya. Oleh karenanya, dengan syariat nikah menurut Islam ini, ajaran Islam ingin melindungi para wanita untuk mendapatkan hak-haknya. Para wanita tidak dapat dipertukarkan lagi sebagaimana zaman jahiliyah. Para wanita selain harus menjalankan kewajibannya sebagai istri, juga mempunyai hak untuk diperlakukan secara baik (mu’asyarah bil ma’ruf), dan ketika suami meninggal ia juga dapat bagian dari harta warisan.
Demikian tujuan nikah menurut ajaran Islam. Sedangkan nikah mut’ah adalah nikah kontrak dalam jangka waktu tertentu, sehingga apabila waktunya telah habis maka dengan sendirinya nikah tersebut bubar tanpa adanya talak. Dalam nikah mut’ah si wanita yang menjadi istri juga tidak mempunyai hak waris jika si suami meninggal. Dengan begitu, tujuan nikah mut’ah ini tidak sesuai dengan tujuan nikah menurut ajaran Islam sebagaimana disebutkan di atas, dan dalam nikah mut’ah ini pihak wanita teramat sangat dirugikan. Oleh karenanya nikah mut’ah ini dilarang oleh Islam. 
Dalam hal ini syaikh al-Bakri dalam kitabnya I’anah at-Thalibin menyatakan yang artinya:
“Kesimpulannya, nikah mut’ah ini haram hukumnya. Nikah ini disebut nikah mut’ah karena tujuannya adalah untuk mencari kesenangan belaka, tidak untuk membangun rumah tangga yang melahirkan anak dan juga saling mewarisi, yang keduanya merupakan tujuan utama dari ikatan pernikahan dan menimbulkan konsekwensi langgengnya pernikahan”.
Memang benar bahwa nikah mut’ah ini pernah dibolehkan ketika awal Islam, tapi kemudian diharamkan, sebagaimana dinyatakan oleh al-Imam an-Nawawi dalam kitabnya Syarh Shahih Muslim yang artinya:
“yang benar dalam masalah nikah mut’ah ini adalah bahwa pernah dibolehkan dan kemudian diharamkan sebanyak dua kali; yakni dibolehkan sebelum perang Khaibar, tapi kemudian diharamkan ketika perang Khaibar. Kemudian dibolehkan selama tiga hari ketika fathu Makkah, atau hari perang Authas, kemudian setelah itu diharamkan untuk selamanya sampai hari kiamat”.
Alasan kenapa ketika itu dibolehkan melaksanakan nikah mut’ah, karena ketika itu dalam keadaan perang yang jauh dari istri, sehingga para sahabat yang ikut perang merasa sangat berat. Dan lagi pada masa itu masih dalam masa peralihan dari kebiasaan zaman jahiliyah. Jadi wajar jika Allah memberikan keringanan (rukhshah) bagi para sahabat ketika itu.
Ada pendapat yang membolehkan nikah mut’ah ini berdasarkan fatwa sahabat Ibnu Abbas r.a., padahal fatwa tersebut telah direvisi oleh Ibnu Abbas sendiri, sebagaimana disebutkan dalam kitab fiqh as-sunnah yang artinya:
Diriwayatkan dari beberapa sahabat dan beberapa tabi’in bahwa nikah mut’ah hukumnya boleh, dan yang paling populer pendapat ini dinisbahkan kepada sahabat Ibnu Abbas r.a., dan dalam kitab Tahzhib as-Sunan dikatakan: sedangkan Ibnu Abbas membolehkan nikah mut’ah ini tidaklah secara mutlak, akan tetapi hanya ketika dalam keadaan dharurat. Akan tetapi ketika banyak yang melakukannya dengan tanpa mempertimbangkan kedharuratannya, maka ia merefisi pendapatnya tersebut. Ia berkata: “inna lillahi wainna ilaihi raji’un, demi Allah saya tidak memfatwakan seperti itu (hanya untuk kesenangan belaka), tidak seperti itu yang saya inginkan. Saya tidak menghalalkan nikah mut’ah kecuali ketika dalam keadaan dharurat, sebagaimana halalnya bangkai, darah dan daging babi ketika dalam keadaan dharurat, yang asalnya tidak halal kecuali bagi orang yang kepepet dalam keadaan dharurat. Nikah mut’ah itu sama seperti bangkai, darah, dan daging babi, yang awalnya haram hukumnya, tapi ketika dalam keadaan dharurat maka hukumnya menjadi boleh”.
Namun demikian, pendapat yang menghalalkan nikah mut’ah tersebut tidaklah kuat untuk dijadikan dasar hukum. Sedangkan pendapat yang mengharamkannya dasar hukumnya sangat kuat, sebab dilandaskan di atas hadis shahih yang artinya :
“Diriwayatkan bahwa sahabat Ali r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. melarang nikah mut’ah ketika perang Khaibar” Hadis dianggap shahih oleh imam Bukhari dan Muslim.
Hadis lain menyatakan:
“Diriwayatkan bahwa sahabat Salamah bin al-Akwa’ r.a. berkata: Rasulullah s.a.w. memperbolehkan nikah mut’ah selama tiga hari pada tahun Authas (ketika ditundukkannya Makkah, fathu Makkah) kemudian (setelah itu) melarangnya” HR. Muslim.
Di hadis lain disebutkan:
“Diriwayatkan dari Rabi’ bin Sabrah r.a. sesungguhnya rasulullah s.a.w. bersabda: “wahai sekalian manusia, sesungguhnya aku pernah mengizinkan nikah mut’ah, dan sesungguhnya Allah telah mengharamkannya sampai hari kiamat, oleh karenanya barangsiapa yang masih mempunyai ikatan mut’ah maka segera lepaskanlah, dan jangan kalian ambil apa yang telah kalian berikan kepada wanita yang kalian mut’ah” HR. Muslim, Abu Dawud, an-Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan Ibnu Hibban.
Hadis-hadis tersebut cukup kuat untuk dijadikan pijakan menetapkan hukum haram bagi nikah mut’ah, dan sangat terang benderang menjelaskan bahwa Islam melarang nikah mut’ah. Oleh karena itu, jika saat ini ada yang melaksanakan nikah mut’ah maka ia telah dianggap melanggar ajaran Islam dan secara otomatis nikahnya tersebut batal, sebagaimana disebutkan oleh al-Imam an-Nawawi dalam Syarh Shahih Muslim:
“Para ulama sepakat (ijma’) bahwa jika saat ini ada yang melaksanakan nikah mut’ah maka hukumnya tidak sah (batal), baik sebelum atau sesudah dilakukan hubungan badan”.
Dari penjelasan tersebut, dapat disimpulkan bahwa nikah mut’ah pernah dibolehkan ketika zaman Rasul s.a.w. masih hidup, tapi kemudian diharamkan oleh rasulullah s.a.w. sampai hari kiamat. Jika ada yang melaksanakan nikah mut’ah pada masa sekarang, maka nikah mut’ah tersebut hukumnya batal.
Dalam Islam pernikahan selain harus ada wali juga harus ada yang menjadi saksi, sehingga tetap harus ada orang yang menyaksikan. Selain itu, ajaran Islam juga sangat menganjurkan adanya walimah (semacam pesta). Tujuannya, agar semakin banyak orang yang menjadi saksi bahwa kedua orang tersebut telah menjalin ikatan pernikahan.
Saksi ini penting, karena setelah akad nikah selesai kedua mempelai, yakni suami dan istri, saling mempunyai hak-hak perdata, misalnya dalam hal warisan. Jika ada sengketa di kemudian hari, misalnya, maka kedudukan istri untuk menuntut haknya akan semakin kuat, karena ada banyak saksi. 
Ketentuan ini tentu tidak berlaku terhadap nikah mut’ah, karena dalam nikah mut’ah ketika jangka waktu pernikahan telah habis, maka tanpa talakpun secara otomatis tidak ada lagi hubungan antara kedua orang tersebut. Dan jangan lupa, dalam nikah mut’ah istri tidak berhak mendapat warisan dari suami, ketika, misalnya, suaminya tersebut meninggal. Tegasnya, dengan nikah mut’ah, para wanita yang menjadi istri kedudukannya sangatlah lemah. Oleh karenanya Islam melarang nikah mut’ah tersebut.
Apabila kita renungkan dengan hati yang jernih, betapa ajaran Islam itu sangat indah, jika dilaksanakan dengan tulus ikhlas, sesuai dengan kehendak Allah SWT. Sekarang tinggal kemauan dan kesungguhan dari kita, umat manusia, untuk tunduk dan mematuhi sabda rasulullah s.a.w. tersebut. Kemuliaan di sisi Allah SWT adalah bagi orang yang rela mendahulukan dan tunduk kepada aturan-aturan-Nya sebagaimana disampaikan oleh utusanNya.  Wallahu a’lam bi as-shawab. Sumber: mui.or.id

Tags yang terkait dengan nikah mutah: nikah mut'ah halal, nikah mut'ah haram, nikah mutah download, nikah mutah software, syarat nikah mutah, pengertian nikah mutah, ocehan vikar nikah mutah, fatwa nikah mutah.

Pentingnya Bertawakkal dalam Mencari Rezeki

kunci rezeki menurut islam, kunci rezeki yang hilang, download document kunci rezeki, mencari kunci rezeki yang hilang, makalah kunci rezeki, tips untuk memperoleh kunci rezeki, rezeki menurut islam, doa melancarkan rezeki
Ketika lapangan pekerjaan semakin sempit, kesempatan meraih hasil yang lebih banyak semakin kecil, dan ketika persaingan hidup menjadi lebih kompetitif di masa kini dan akan datang, maka waktu semakin lebih berharga, baik di tempat kerja, di rumah, dan di lingkungan sosial. Bahkan, selain itu, kita masih dihadapkan pada semakin tingginya tuntutan akan kebutuhan hidup dan besarnya pengeluaran yang harus kita bayar. Agar kita dapat keluar dari kemelut kehidupan dan mampu menjadikan aktivitas hidup berdimensi ibadah (vertikal dan horizontal), maka kita perlu bertawakkal kepada Allah Swt. atas rezeki dan keinginan untuk meraihnya-karena adanya berbagai macam kebutuhan hidup.  


Pentingnya bertawakkal dalam mencari rezeki didasarkan pada dua alasan, yaitu: Pertama, tawakkal menjadikan seseorang bebas dari beban duniawi, sehingga ia dapat beribadah dengan baik dan tenang. Orang yang tidak bertawakkal mustahil dapat menyibukkan diri dalam beribadah karena terlalu memikirkan kebutuhan hidup yang banyak, keinginan mencari rezeki, dan kemaslahatan, baik lahir maupun batin. Kesibukan-kesibukan lahiriah yang sering kali melupakan (melalaikan) ibadah dapat berupa banyaknya pekerjaan dan usaha dalam mencari rezeki. Hal ini seperti yang terjadi pada orang-orang yang ingin menumpuk kekayaan (ar-raghibin). Adapun kesibukan batiniah berupa pikiran, keinginan, dan kegelisahan hati untuk mencari rezeki. 

Dalam pelaksanaan ibadah, dibutuhkan kelapangan hati dan keleluasaan anggota tubuh agar segala elemen yang terkait dapat terlaksana sesuai dengan peraturan yang ada. Kelapangan hati dan keleluasaan anggota tubuh hanya terjadi bila seseorang mau bertawakkal. Dengan kata lain, hanya orang-orang bertawakkallah yang mampu meraih kelapangan hati dan keleluasaan anggota tubuh. 

Adapun orang yang lemah hatinya hampir tidak akan mencapai ketenangan dalam jiwanya, kecuali hanya pada hal-hal yang sudah diketahuinya dan menjadi kebiasaannya. Di samping segala urusan penting, baik yang berkaitan dengan dunia dan akhirat, hampir dipastikan dia tidak pernah mencapai kesempurnaan. 

Imam al-Ghazali juga mengatakan, banyak sekali hal-hal yang saya dengar dari guru saya, Abu Muhammad. Bahwasanya beliau mengatakan, "Segala persoalan yang ada di dunia ini berjalan atas dua orang; orang yang bertawakkal (al-mutawakkil) dan orang yang kurang perhitungan (al-mutahawwir)." Pernyataan tersebut memiliki makna yang luas. Orang yang kurang perhitungan akan mendasarkan pekerjaannya pada kekuatan dan keberanian saja, tanpa memikirkan atau menimbang-nimbang dampak positif dan negatif dari tindakan yang diambilnya. 

Adapun orang yang berawakkal, maka segala perbuatannya didasarkan pada pemikiran dan perencanaan yang matang, keyakinan yang kuat terhadap janji Allah Swt., dan kebenaran atas apa yang dijanjikan oleh-Nya. Karena itu, ia tidak akan merasa takut dengan ancaman manusia dan gangguan serta bujuk rayu setan. Dalam hatinya, tertancap satu keyakinan bahwa ia akan berhasil mencapai maksudnya dan meraih keinginannya.

Adapun orang yang hatinya lemah, maka ia akan selalu dihantui berbagai macam perasaan antara tawakkal, keraguan, dan keyakinan. Orang seperti ini diibaratkan burung dalam sangkar yang hanya bisa memandang gerak-gerik pemiliknya, sementara ia tidak bisa membuka pintunya walaupun keinginannya untuk keluar dari sangkar itu sangat besar. Kategori orang seperti ini menggantungkan harapan yang besar dan ingin menggapai angkasa, tetapi ia sering gagal dalam merencanakan tujuannya karena kurang wawasan (pengetahuan). Demikian pula ia sering memimpikan kemuliaan, ibarat pungguk merindukan rembulan, namun impiannya tersebut hampir tidak pernah terwujud dalam kenyataan, apalagi sampai pada tingkat kesempurnaan.


Lihat dan perhatikan manusia yang bercita-cita! Mereka tidak akan dapat mencapai derajat yang tinggi dalam kehidupan kecuali jika mereka telah mampu dan sukses merencanakan tujuannya, rela mengorbankan keinginan akan jiwa, kekayaan, dan keluarga mereka semata-mata karena Allah. Orang-orang yang orientasinya adalah Allah dan Hari Akhir, mereka telah mempersiapkan diri dengan modal spiritual yang utama, yaitu tawakkal dan berupaya mencegah hati dan seluruh eksistensi dirinya dari ketergantungan-ketergantungan duniawi. Jika seorang hamba mampu mengaplikasikan konsep ini dengan baik dan benar, maka is akan dapat melaksanakan aktivitas ibadahnya dengan rasa khusyuk dan sikap tawadhu', khudhu', dan thuma'ninah. Maka, tidak ada bedanya bagi mereka ketika berada di dalam kondisi bagaimanapun, dan situasi apa pun juga tidak berengaruh bagi eksistensi diri mereka di hadapan Allah.


Mereka mampu mengondisikan dirinya menjadi sepi di tengah keramaian dan ramai di tengah kesepian. Dengan demikian, orang-orang seperti ini akan menjadi hamba-hamba Allah yang diberi-Nya kekuatan, manusia yang paling terpimpin bersama-Nya, dan penguasa-Nya di bumi (khalifah Allah). Mereka dapat beribadah dan menuntut ilmu sesuai dengan kemauan Allah. Tidak ada yang mampu menghalangi dan merintangi mereka, sebab bagi mereka pada setiap situasi, kondisi, ruang (tempat), dan waktu (zaman) adalah sama dan satu esensinya. 


Hal ini diisyaratkan oleh sabda Rasulullah Saw. berikut: "Barang siapa ingin menjadi orang yang paling kuat, maka bertawakkallah kepada Allah. Barang siapa ingin menjadi orang yang paling mulia, maka bertakwalah kepada-Nya, dan barang siapa yang ingin menjadi orang yang paling kaya, maka hendaklah ia mempercayai (meyakini) kekuasaan Allah daripada kekuasaan dirinya,"

Tawakkal adalah suatu sifat dan sikap yang dapat mengantarkan seseorang untuk dapat melihat dunia dan akhirat sebagai kerajaan yang dimiliki dan dikuasai oleh Allah Swt., dan meyakini sepenuhnya akan pengaturan-Nya terhadap dirinya dengan rezeki-Nya yang tersebar luas di segala penjuru dunia ini.


Kedua, orang yang selalu bertawakkal tidak pernah khawatir, takut, dan ragu akan kekurangan rezeki, sebab ia meyakini bahwa bila ia meninggalkan tawakkal, maka ia akan menemul bencana dan bahaya yang besar. la meyakini bahwa Allah senantiasa mengiringi makhluk-Nya dengan rezeki-Nya masing-masing, tanpa adanya diskriminasi atau pengecualian.


Hal ini ditegaskan dalam firman-Nya: "Allah-lah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali). Adakah di antara yang kamu sekutukan dengan Allah itu yang dapat berbuat sesuatu dari yang demikian itu? Maha Sucilah Dia dan Maha Tinggi dari apa yang mereka persekutukan." (QS. ar-Rum [30]: 40).

Allah Swt. telah menjanjikan dan memberikan jaminan rezeki kepada siapa pun juga, hal ini mengisyaratkan akan sifat Rahman, Rahim, Wahhab, Razzaq, Fattah, Ghaniy, dan Mughniy-Nya, Berta sifat-sifat Kedermawanan-Nya yang tidak dapat dibatasi dan diperumpamakan dengan sesuatu apa pun juga. Hal tersebut dijelaskan dalam beberapa firman-Nya di bawah ini: "Sesungguhnya Allah Dia-lah Maha Pemberi rezeki Yang Mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh." (QS. adz-Dzaariyaat [51]: 58).  "Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya, semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh)." (QS. Hud [11]: 6). "Maka demi Tuhan langit dan bumf, sesungguhnya yang dijanjikan itu adalah benar-benar (akan terjadi) seperti perkataan yang kamu ucapkan." (QS. adz-Dzaariyaat [51]: 23).


Tawakkal adalah termasuk di antara perintah-perintah Allah yang wajib dilaksanakan oleh setiap hamba yang telah berikrar untuk beriman kepada-Nya. Hal ini dapat menjadi barometer kualitas keimanan seseorang di hadapan Allah Swt., sebagaimana isyarat firman-Nya: "Dan bertawakkallah kepada Allah Yang Maha Hidup (kekal) Yang tidak mati, dan bertasbihlah dengan memuji-Nya. Dan cukuplah Dia Maha Mengetahui dosa-dosa hamba-hamba-Nya." (QS. al-Furgaan [25]: 58).


"Berkatalah dua orang di antara orang-orang yang takut (kepada Allah) yang Allah telah memberi nikmat atas keduanya: `Serbulah mereka dengan melalui pintu gerbang (kota) itu, maka bila kamu memasukinya niscaya kamu akan menang. Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakkal, jika kamu benar-benar orang yang beriman." (QS. al-Maa'idah [5]: 23). 


Jika manusia tidak mau menerima dan membenaran janji Allah, jaminan, sumpah, dan ancaman-Nya, maka bagaimana mungkin hal ini bisa terjadi? Siapa lagi yang memberi rezeki selain Allah? Demi Allah, jika demikian halnya, maka inilah yang disebut dengan bencana besar yang menimpa manusia. Na'udzu billah min dzalik. Sumber: Buku Orang Islam Harus Kaya

Tags yang terkait dengan kunci rezeki: kunci rezeki menurut islam, kunci rezeki yang hilang, download document kunci rezeki, mencari kunci rezeki yang hilang, makalah kunci rezeki, tips untuk memperoleh kunci rezeki, rezeki menurut islam, doa melancarkan rezeki.

Inspirasi Sukses Dari “Mas Ganteng” Sang Pemulung

mas ganteng, wahyudin, pemulung
Siapa sangka, sosok Wahyudin (21) yang tinggi besar ini adalah pemulung. Wahyu, yang suka dipanggil 'Mas Ganteng' ini memulung sampah sejak SD. Hasil dari memulung itu dia gunakan untuk sekolah dari SD hingga mencecap bangku kuliah. Gelar sarjana tinggal direngkuh Wahyu di depan mata.
Ini Dia bercerita tentang kisah hidupnya. "Awalnya ketika saya kelas 4 SD, saya mulai merasa tidak mungkin bisa sekolah sampai SMP," ujar Wahyudin.
Wahyu, terlahir dari ayah berputra 5 yang berpoligami, Mija (60) dengan Fatmawati (38), yang menjadi istri kedua, pada 12 Desember 1991 di Bekasi. Wahyu adalah sulung dari 3 bersaudara. Ayah dan ibu Wahyu adalah petani yang menggarap lahan kosong milik orang lain. Dengan kondisi itu, orang tuanya sibuk memenuhi kebutuhan perut Wahyu dan saudara-saudaranya. Sekolah pun tidak menjadi prioritas.


Saat kelas 4 SD itu Wahyu mulai khawatir tidak bisa sekolah. Ketika itu ia pun mulai menabung uang jajannya agar bisa sekolah. "Saat itu saya berpikir kalau tidak sekolah bisa seperti kakak saya. Saya cuma bisa memendam di dalam hati karena tidak berani cerita ke orang tua saya yang galak," kenangnya.
Kehidupan Wahyu kecil tentu tidak seperti anak-anak SD lainya yang hanya tinggal belajar, tidak memikirkan masalah uang bulanan sekolah. Sampai suatu ketika ia bermain ke rumah tetangganya yang berprofesi sebagai pemulung di kampungnya.
Tetangga kampung yang bernama Ani dan anaknya yang bernama Jery hidup dengan cara memulung. Karena keinginannya yang kuat buat membiayai sekolah, maka Wahyu menyatakan ingin ikut menjadi pemulung pada tetangganya itu.
"Biar dapat duit supaya bisa sekolah. Dulu saya tidak tahu itu mulung, saya tahunya ngumpul sampah jadi duit," jelas Wahyu. Sejak itu, 10 tahun yang lalu, Wahyu memulung mulai dari jam 1 malam hingga pagi waktunya sekolah. Kemudian memulung itu dilanjut lagi dari jam 22.00 hingga pukul 02.00 dini hari.
Rupiah demi rupiah ia kumpulkan hingga akhirnya menghasilkan uang. Sebagian dari uang tersebut digunakannya untuk membeli beberapa ekor anak ayam. "Anak ayam itu saya ternakkan, kemudian ditabung. Terkumpul sekitar satu jutaan rupiah buat saya masuk sekolah SMPN 28 Bekasi," katanya.
Ketika SMP dia masih terus memulung untuk uang jajan sampai bayar SPP sekolah. Nenek Wahyu memberinya sepasang anak kambing untuk diternakkan. Hasilnya dia gunakan untuk uang masuk sekolah ke SMA 7 Bekasi. Selain menjadi pemulung dan menjual hasil ternak, Wahyu juga berjualan gorengan.
Sindiran dan cibiran diterima Wahyu dari teman-temannya ketika mengetahui profesinya yang identik dengan sampah dan kotor. Pemuda ini mengaku sempat kesal dan malu, namun disimpannya rasa itu dalam hati.
Dia makin giat menjadi pemulung saat masa libur sekolah karena kekhawatiran tidak bisa melanjutkan kuliah. Dari hasil memulung ini, Wahyu mendapatkan penghasilan Rp 30 ribu hingga Rp 50 ribu per hari untuk biaya sehari-hari hingga bisa menyisakan Rp 300 ribu-Rp 500 ribu per bulan.
Hingga kini, Wahyu masih terus memulung untuk meneruskan kuliahnya di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka). Beruntung, dia mendapatkan beasiswa dari kampus dan Disdik DKI sehingga meringankan biaya kuliahnya.
Kini Wahyu sudah sidang skripsi yang berjudul "Pengaruh Pajak Daerah dan Retribusi Daerah terhadap Pendapatan Asli Daerah Kota Bekasi'. Rencananya ia akan diwisuda pada bulan Desember 2013.
"Aku berencana melanjutkan studiku ke S2. Bukan hal yang mudah memang. Itu perjuangan besar," kata Wahyu yang akan terus memulung hingga kelar S2 dan ingin menjadi pengusaha di bidang peternakan ini.
Kiprah Wahyu menjadi pemulung dikenal di perumahan Taman Laguna Bekasi. Wahyu menjadi satu-satunya pemulung yang diizinkan memulung di kompleks perumahan itu karena semua warga sudah mengenalnya sejak kecil. Hal ini dibenarkan oleh Satpam Taman Laguna Bekasi, Saimin.
"Oh si Wahyu.. iya dia memang sering mulung sampah di sini tapi itu jarang-jarang. Di sini cuma dia doang yang boleh mulung sampah. Soalnya dia sudah dikenal dari kecil sebagai pemulung. Udah gitu orangnya gimana ya, masih lugu dan polos gitu," kata Saimin. Sumber detikcom.

Tags: mas ganteng, wahyudin, pemulung, ispirasi, motivasi, sukses, kuliah, pemulung sukses, cerita sukses, kisah sukses.