Selasa, 04 Oktober 2016

ADAB MUSYAWARAH


ADAB MUSYAWARAH
  • Musyawarah artinya berkumpul, berfikir bersama, dan mentaati putusan. Duduklah dalam musyawarah dengan tawajuh, jangan memotong, meremehkan atau mentertawakan usulan orang lain. Nasehat Rasululloh SAW. kepada Abu Bakar RA: " Anggaplah dirikita hina dalam setiap ajuan usul, jangan memaksakan usul, jangan bicarakan usul keburukan dibelakangnya. Bertambah takutlah kepada Alloh bila usul diterima(bisa jadi mendatangkan keburukan), sebaliknya jika usul tidak diterima boleh senang. Harus banyak bersyukur sepanjang musyawarah. jangan ada maksud-maksud lain dalam pengajuan usul. kemukakan usul semata-mata untuk kepentingan diin(AGAMA). Dengan adab-adab inilah, maka Alloh akan menjadikan musyawarah sebagai asbab tarbiyah kita.
  • Syaitan selalu berusaha menggoda manusia. Begitu pula dengan musyawarah, syaitan menggoda agar kita memasukan usulan dengan paksa. syaitan menggoda agar kita memandang hina usulan orang lain, syaitan berusaha agar kita tidak bisa ihklas menerima putusan musyawarah.
  • Maksud musyawarah ialah agar kita yakin apja-apa yang Alloh janjikan, Alloh akan tunaikan melalui keberkahan musyawatrah.
  • Jangan menyimpan prasangka dalam musyawarah, semua harus dibentangkan dan diajukan.
  • Ada tiga macam orang yang tidak akan membawa kebaikan dalam musyawara
1. Orang yang menyusah-nyusahkan usulan
2. Orang yang menekan usulan
3. Orang yang menolak usulan orang lain, dengan cara keras, hingga orang lain takut memberikan usul.
  • Apapun usulan yang muncul harus bisa kita tanggapi dengan terbuka kalau tidak begini orang tidak akan menganggap penting ikut musyawarah
  • Jika dalam musyawarah terdapat kerusakan, maka kerusakanini akan wujud pada seluruh alam.
  • Ringkasnya maksud musyawarah adalah agar setiap orang meneriama Agama secara sempurna
  • Setiap orang harus bisa membaca kemampuan orang lain, dan dapat menggunakan sesuai kemampuan.
  • Berfikir dengan sungguh-sungguh cari kecocokan antara petugan dan pelaksana, jangan sampai orang yang dapat tugas merasa tertekan.
  • Orang-arang yang berkemampuan tapi tidak hadir dalam musyawarah harus diundang dan dimanfaatkan(digunakan kebaikan berfikirnya)
  • Tamsilan: Karena ayam mau mengerami telurnya, maka telurpun mendapatkan ruh dan hidup, maka manusia kalau mau duduk musyawarah maka Alloh akan bukakan jalan-jalan pemecahan.
  • Semua nabi biasa duduk dan berfikir, Rosululloh SAW masuk kedalam Goa Hiro duduk dan berfikir menerima wahyu, dimana ada kerisauaan disana ada jalam Alloh. Hadraji menekankan Agar setiap masjid ada musyawarah harian, begitu pula disetiap rumah. bayangkan jika rumah tidak memiliki amir(pemimpin), sebagai mana ketika kita khuruj, ada amir dan ada makmur, maka tertib ini pula yang mesti dihidupkan dirumah-rumah.
  • Jika dirumah ada amir dan makmur, yang bekerja melaksanakan agama, memusyawarahkan
1. Perkara sholat awal waktu
2. Kapan waktu ta'lim
3. Kapan waktu makan
4. Bahkan kapan waktu tidur
  • Semua perkara tersebut diputuskan berdasarkan berdasarkan musyawarah bersama seluruh ahli keluarga. jika cara itu tidak dijalankan maka tidak ada tertib didalam rumah. Maulana ilyas katakan, "bahkan dalam saat minum teh pun kita mesti bertanya keadaan ahli keluarga kita, agar tidak ada satupun ahli keluarga yang terlibat kesia-siaan., jangan hidup seperti yahudi, nasrani, yang tidak mempunyai tertib"
  • Tambahan kerja ini adalah kerja Nabi. Rosululloh SAW tidak bekerja sendirian, kerja sama dengan para Sahabat Ra. maka mereka semua ditarbiyah oleh Alloh. maka kita pun harus punya niat semata mencari ridho Alloh, agar Alloh memberi tarbiyah pada kita.
  • Sasaran musyawarah adalah: bagaimana agar setiap usulan dan setiap keputusan dengan mudah dan senang diterima oleh seluruh peserta(makmur). Maka supaya tidak ada pecah hati, setiap usulan dan keputusan harus jelas dan terbentang dihadapan setiap ahli musyawarah. Maka itu pula, malam senbelum musyawarah agar ahli musyawarah berdo'a dan menangis agar Alloh memberi keputusan khoirNya. dan jaga terus ketawajuhan selama musyawarah. Dan selama musyawarah kita dibolehkan mengganti usulan selama itu merupakan yang terbaik untuk usaha Agama.
Untuk dibacakan menjelang musyawarah markas atau halaqoh, sekali-kali, lagi dan lagi demi pemeliharaan adab bathin. Amin.

(Ditulis Oleh Maulana Inamul Hasan Rah. )

Adab-Adab Dalam Musyawarah


Adab-Adab Dalam Musyawarah
Maulana ilyas rah.a berkata “Musyawarah adalah perkara yang besar.Allah Swt berjanji apabila kalian duduk ber Musyawarah dan bertawakal kepada Allah Swt ,maka sebelum kalian berdiri ,kalian akan mendapat taufik ke jalan yang lurus.”
Musyawarah adalah azas dari usaha dakwah ini yang akan menjadi ruh dalam setiap pengorbanan.pengorbanan tanpa Musyawarah akan sia-sia.tanpa Musyawarah maka ijtima “iyyat kerja akan hilang dan pertolongan Allah Swt.Akan menjauh,karena nusralullah akan datang melalui kebersamaan umat ini.
Musyawarah adalah pengganti turunyya wahyu yang tidak akan turun lagi ,usaha ini tidak mengharap bantuan dari dunia tetepi semata-mata hanya pertolongan dari Allah Swt.Dengan Musyawarah kesatuan hati akan terwujud dan akan meningkatkan pikir.
Ijima iyyat bukan berkumpulnya sekelompok orang,tetapi adanya kesatuan hati,pikir,dan gerak sebagai mana dalam shalat berjamaah.ketika shalat seluruh jamaah satu hati (tawajuh),satu pikir (khusyu) dan satu gerak dan ini akan terwujud jika memiliki sipat itsar (mengutamakan orang lain daripada diri sendiri) dan tawadhu (merasa orng lain lebih baik daripada diri sendiri).
Maulana Inamul rah a berkata :
  • Musyawarah adalah berkumpul ,berpikir dan mentaaati keputusan.seluruh anbiya a.s biasa duduk dan berpikir.Rasullullah Saw masuk ke gua hira duduk berpikir dan menerima wahyu.dimana ada kerisauan disitu ada petunjuk Allah Swt.
  • Karena seekor ayam mau mujahadah duduk mengerami telurnya maka telurnya pun mendapat ruh dan hidup sehingga jika kita mau duduk dalam Musyawarah maka Allah Swt akan bukakan jalan pemecahan.
  • Sebelum waktu Musyawarah diadakan para ahli musyawarah banyak berdoa dan menangis agar Allah Swt memberikan keputusan terbaik dan tetap tawajjuh dalam Musyawarah.apabila di dalam Musyawarah terjadi kerusakan ini maka keruakan ini akan akan wujud ke seluruh alam.
  • Kerja ini adalah kerja Nabi Rasullullah Saw tidak bekerja sendirian tetapi bekerjasama dengan para sahabat r.a sehingga mereka semua mendapat tarbiyah dari Allah Swt maka betulkan niat hanya mencari keridhaanNya agar Allah Swt memberi tarbiyah yang sama.
  • sasaran Musyawarah adalah bagaimana agar setiap usulan dengan mudah dan senang hati diterima oleh Musyawirin.setiap usul dan keputusan harus jelas terbentang di hadapan seluruh ahli Musyawarah agar tidak terjadi perpecahan dan selama hal itu merupakan yang terbaik untuk umat.
  • Tidak menyimpan prasangka dalam Musyawarah , seluruhnya harus di bentangkan dan di ajukan. Bila banyak usulan yang muncul berarti pikir jamaah bertambah.
  • Setan selalu berusaha menggoda manusia begitu pun dalam Musyawarah.Setan selalu menggoda untuk memberi usul dengan paksa.Setan brusaha agar kita memandang remeh usulan yang lain dan berusaha agar kita tidak ikhlas menerima keputusan Musyawarah.
  • Adapun usul yang muncul harus di tanggapi dengan hati lapang, bila tidak akan demikian orang tidak akan menganggap penting duduk dalam Musyawarah.
  • Tidak memotong , meremehkan dan menertawakan usul orang lain.Rasullullah Saw berkata kepada Abu Bakar r.a”anggaplah diri kita hina pada setiap mengajukan usul seseorang jangan membicarakan keburukan susul seseorang di belakangnya.bertambah takutlah kepada Allah.bila usul di terima sebaliknya apabila usul tidak diterima bolleh merasa lega”.perbanyaklah bersyukur sepanjang Musyawarah jangan ada maksud yang lain ketika memberikan usul. Kemukakan lah usul semata-mata untuk kepentingan dien.maka Allah Swt akan menjadikan Musyawarah sebagai asbab tarbiyah bagi diri kita sendiri.
  • Berpikirlah dengan sungguh sungguh cari kecocokan antara tugas dan pelaksanaanya.jangan sampai orang diberi tugas merasa terbebani. Berikan usul yang terbaik,singkat,jelas dan mampu di amalkan.

ADAB ADAB DALAM MUSYAWARAH
    • Musyawarah di pimpin oleh seorang amir , sebaiknya amir shaf.sebelum musyawarah ,hendaknya amir mengosongkan hati dan pikirannya dadari rencana yang mungkin akan di putuskan dalam musyawarah.
    • Musyawarah diawali dengan Basmalah , Hamdalah , Hendaknya masing masing berdoa : “allahumma alhimna mara sida umurina wa adidna ming syururi angfusina wa ming syayiati a maalina”. Artinya : “ Ya Allah berilah kami petunjuk ( ilham ) apa yang menjadi urusan kami dan kami berlindung dari kejahatan diri kami dan keburukan perbuatan orang lain”.
    • Zihin singkat untuk membentuk pikir para musyawirin tentang arti , maksud dan tujuan musyawarah.Timbulnya Jazbah pada setiap ahli musyawarah sehingga tidak ada yang merasa di perintah.
    • Musyawirin menyampaikan Kargozari ( Laporan kegiatan program yang telah di lakukan ).
    • Amir musyawarah meminta usul usul mulai dari sebelah kanan ke sebelah kiri .Mengajukan usul usul yang terbaik dan setelah usul disampaikan , anggaplah usul orang lain yang terbaik.
    • Apabila usul kita di terima segera ber istigfar , sebab mungkin saja usul itu mendatangkan mudharat bagi orang lain ,sebaliknya jika usulan kita di tolak maka ucapkan Alhamdulillah.
    • Tidak memotong pembicaraan ( interupsi ),tunggulah orang lain selesai bicara dan tidak boleh menguatkan pendapat orang lain.
    • Keputusan bukanlah pada suara yang terbanyak. Kebenaran hanya pada Allah dan Rasul-Nya.hendaknya keputusan sesuai dengan laporan ( kargozari ) atau data yang ada.
    • Tidak mengajkan diri sendiri dalam suatu tugas , kecuali tugas Khidmat dan Mutakallim.
    • Apabila keputusan telah di tetapkan ,maka ini adalah suatu amanah dari Allah SWT dan siap melaksanakannya ( sami”na wa athana ). Menerima keputusan musyawarah sebagai hadiah bukan sebagai beban.
    • Apabila dari hasil musyawarah terjadi hal yang tidak diinginkan maka janganlah berandai andai.hal ini akan menimbulkan peluang syetan untuk memecah hati kita.
    • Perbedaan pendapat dalam musyawarah adalah rahmat tetapi beda pendapat di luar musyawarah adalah Laknat.

Bayan Syuro Ust. Luthfi Al Banjari : Iman Kemauan dan Iman Kemampuan


Bayan Syuro Ust. Luthfi Al Banjari : Iman Kemauan vs Iman Kemampuan
Sabtu, 5 April 2003
Mufti Muhammad Luthfi Al Banjari
Syuro Indonesia, Banjarmasin
Musyawarah Indonesia
Bayan Subuh
Mesjid Jami Kebon Jeruk
Assalamulaikum Wr. Wb.
Alim Ulama senantiasa mengatakan bahwa kejayaan, kebahagiaan, dan kesuksesan manusia ini ada dalam Iman dan Takwa, bukan dalam kebendaan. Ada suatu kesalah fahaman dalam pemikiran manusia yang telah ditantang oleh Allah Ta’ala. Apa kesalah fahaman manusia tersebut yang di tantang oleh Allah Ta’ala ? dalam sebuah riwayat ada mahfum firman Allah : Adapun manusia apabila di uji oleh RabbNya, diberikan kemuliaan,
kedudukan ( jabatan sebagai seorang menteri, gubernur, presiden, dan sebagainya), kemudian diberikan kenikmatan, diberikan kesehatan, kekayaan ( rumah, kendaraan, tempat tinggal, dsb ), sehingga dia berkata “Rabbku telah memuliakan aku” (telah menjayakan aku, telah mensukseskan aku). Sedangkan kalau dia diuji berupa jabatan tidak ada, rizki disempitkan oleh Allah, makan kadang-kadang sekali sehari, kekurangan lagi, tidak ada kenikmatan berupa duniawi tadi, lantas dia berkata, “Rabbku telah menghinakan aku.” Lalu Allah bantah ini dengan “Kalla : Tidak Benar” Ini hanya merupakan pendapat yang salah kalau manusia mengatakan bahwasanya:
1. Allah telah muliakan dan sukseskan manusia kalau mereka sudah mendapatkan kedudukan dan kenikmatan kebendaan
1. Allah telah hinakan dan gagalkan manusia saat kemiskinan telah datang kepada kehidupan dia.
à Maka Allah katakan ini “Kalla : Tidak Benar”
Begitu pula ketika manusia mengumpulkan hartanya dan mengira bahwa hartanya tadi akan mengekalkan kehidupan dia, yang akan memberikan kenyaman kepadanya di dunia dan akherat. Maka Allah katakan dalam ayat qur’an ( Surat Al Humazah ) mahfum :
“ Kenapa dia senantiasa mengumpulkan hartanya, dan dia menghitung-hitung terus hartanya tadi, dia mengira bahwasanya hartanya itulah yang akan mengekalkan dia di dalam kehidupan ini.”
à Maka Allah katakan ini “Kalla : Tidak Benar”
Jadi harta bukanlah sarana untuk membahagiakan orang atau mengekalkan kebahagiaan tadi dalam kehidupan dunia, Allah katakan “Kalla : itu tidak benar”. Maka siapakah orang yang berbahagia tersebut ? Allah jelaskan dalam surat Al Baqarah ayat 1-6. Jadi ini Al Qur’an Allah turunkan kepada umat Nabi Muhammad SAW adalah untuk membimbing kehidupan mereka yang bertakwa. Lantas siapa orang yang bertakwa yang akan mendapatkan kebahagiaan tadi ? yaitu orang yang :
1. Hatinya senantiasa beriman kepada yang Ghaib
2. Badannya yang selalu diarahkan untuk melaksanakan segala perintah Allah
3. Hartanya yang senantiasa digunakan sesuai dengan keinginan Allah.
4. Akalnya yang selalu dibawah panduan ilmu para Anbiya AS.
5. Pandangannya senantiasa kepada Akherat
Allah firmankan dalam ayat tersebut mahfum siapa orang yang bertaqwa itu yaitu orang-orang hatinya selalu terpaut pada yang ghaib, bukan pada yang nampak. Lalu Orang yang senantiasa menggunakan seluruh anggota badan dia untuk melaksanakan perintah Allah yang terbesar yaitu Sholat. Sedangkan Harta yang Allah berikan kepada dia digunakan sesuai dengan keinginan Allah. Sedangkan akal fikirannya atau otaknya senantiasa dia letakkan dibawah panduan ilmunya para Nabi. Jadi ilmu yang benar adalah ilmu yang datang dari Allah melalui Anbiya AS. Sedangkan ilmu yang datang daripada manusia ini bukan ilmu namanya, tetapi namanya Funun, Seni atau Teknik. Tidak ada istilah ilmu pertanian, tetapi sebenarnya seni atau teknik pertanian. Ilmu kedokteran, ini sebenarnya tidak ada, yang ada seni atau teknik kedokteran. Semua yang datang selain daripada Allah itu bukan ilmu, yang namanya ilmu dalam pemahaman agama islam itu adalah ilmu yang dibawa oleh para Anbiya AS. Ciri orang bertakwa lagi dalam ayat ini adalah orang yang pandangannya selalu pada akherat. Jadi yang namanya Mustaqbal, atau masa depan orang beriman itu kapan ? bukannya kapan saya kawin ? Nanti punya anak berapa ? Asuransi untuk anak berapa ? ini bukanlah Mustaqbal, tetapi Mustadba. Sedangkan Al Mustadba dalam bahasa arab ini adalah sesuatu yang akan kita tinggalkan. Kalau Mustaqbal ini adalah Masa Depan yang akan datang. Masa depan orang beriman itu tiba ketika kematian itu tiba. Jadi masa depan yang perlu kita fikirkan adalah hari pertama saya masuk kubur itu adalah masa depan. Maka Nabi SAW berkata mahfum bahwa orang yang pinter itu adalah orang-orang yang terus menerus menghitung dirinya. Kalau menurut pandangan otaknya orang yahudi dan nasrani, orang yang pinter itu adalah orang suka menghitung-hitung duitnya, asetnya, dagangannya, ekonominya sehingga semakin kaya. Tetapi kata nabi orang yang pinter bukanlah orang yang seperti ini, tetapi orang yang senantiasa menghitung dirinya, menghitung-hitung kejelekan dirinya, kurangnya amalnya, dosanya, Muhasabah. Kemudian orang yang pinter menurut Nabi adalah orang yang mempersiapkan dirinya untuk masa depan yaitu kehidupan sesudah mati.
Jadi orang yang pintar menurut Agama ini adalah :
1. Orang yang senantiasa Muhasabah atas dirinya
2. Orang yang mempersiapkan dirinya (dengan Iman dan Amal) sebelum mati
Bagiamana persiapannya yaitu dengan memaksimalkan potensi yang dia miliki dalam kehidupan yang sekarang, dia gunakan untuk masa depan, akherat. Dia senantiasa bekerja, berusaha, untuk kehidupan masa depan, yaitu kehidupan sesudah mati. Inilah orang yang pintar menurut Allah dan RasulNya. Jadi konsentrasi kerja dia itu adalah untuk persiapan sebelum mati atau ketika masuk kubur. Sedangkan orang yang bodoh menurut agama itu adalah orang yang hidupnya selalu mengikuti nafsunya saja. Lalu anehnya lagi orang seperti ini, sudah hidupnya hanya mengikuti nafsu, malah berangan-angan untuk masuk surganya Allah. Dikiranya Surga itu hanya dengan nafsu dan angan-angan saja bukan dengan amalan. Padahal Allah sudah telah jelaskan untuk mendapatkan kerjanya Allah harus kerja, yaitu dengan harapan dan usaha yang sungguh-sungguh. Allah berfirman mahfum :
“Innaladzina’amanu walladzina hajaru wa jahadu fissabillillah ula’ikayarju Rahmatallah…”
Jadi orang-orang yang dikatakan “Yarju Rahmatallah” betul-betul mengharapkan Rahmat Allah itu siapa ? bukan orang yang mengkhayal dalam kehidupan, bukan orang yang tidur dan malas dalam kehidupan, tidak bukan itu. Jadi siapa ? yaitu sesungguhnya mereka adalah orang yang beriman. Imannya diapakan ? bukannya ditinggal ditempat, diam saja, tetapi dibawa hijrah. Hijrahnya bukan untuk keduniaan atau untuk meningkatkan kebendaan, tetapi hijrahnya untuk memperjuangkan agama Allah. Inilah orang-orang yang dikatakan sebagai “Ulaika Yarju Rahmatallah” yaitu orang-orang yang betul-betul mengharapkan Rahmat Allah. Maka Nabi SAW katakan mahfum : “Saya tidak pernah melihat orang yang mengejar Surga ini tidur dan saya tidak pernah melihat orang yang lari dari Neraka ini tidur” .
Dicontohkan seperti :
Contoh I :
“seseorang yang letih karena pagi dia mengajar, siang dia mengojek, malam dia satpam, sehingga ketika selesai tugas sampai dirumah dia hendak tidur dikamar rumahnya tiba-tiba ada api menyala sehingga dia teriak-teriak api, terbelalak tidak bisa tidur. Ia terkaget sehingga hilang rasa ngantuknya, karena ada rasa panik takut terkena oleh sengatan api. Padahal sebelumnya dia dalam keadaan super letih dan tidak bertenaga. Namun ini hanya dengan api dunia saja, dia bisa ketakutan, panik, sehingga menghilangkan rasa ngantuk. Bagaimana jika dia mengetahui Panasnya dan Penderitaannya terkena siksa api neraka.”
Contoh II :
“Seorang suami yang baru menikah muda datang dalam keadaan super letih dari kerja, sampai dirumah istrinya menyambut dalam keadaan sudah bersolek, makanan dan kopi sudah tersedia, lalu dipijitin. Maka si suami ini melihat keadaan seperti ini langsung bangkit gairahnya sehingga hilang rasa ngantuk dan letihnya. Ini baru kenikmatan dunia bagaimana kenikmatan di surganya Allah.”
Jadi betul itu kata Nabi bahwasanya beliau tidak pernah melihat orang yang mengejar surga ini dan orang yang lari dari neraka ini mengantuk, atau tidur. Allah ceritakan di dalam Al Qur’an bahwa ciri orang yang mewarisi surga ini tidur juga dia di dunia ini, bukannya tidak tidur, tetapi tidurnya adalah : “Kholilan minal Laili ma Yarja’un” , apa itu ? yaitu :
1. Sedikit tidurnya
2. Sebagian kecil dari malamnya
3. Lalu ditambah dengan kata “Ma” yaitu lebih sedikit lagi tidurnya
4. Yarja’un ini tidurnya kambing
Jadi orang beriman ini tidurnya bukan seperti kerbau, tetapi seperti kambing. Bagaimana itu tidurnya kambing ? Kambing ini tidurnya jika terdengar suara sedikit langsung bangun, kalau kerbau ada suara gak ada suara dia tidur terus. Para Nabi AS ini memelihara kambing, bahkan nabi SAW sendiri sangat menyukai kambing, untuk diambil pelajaran, meniru, daripada tidurnya kambing. Jadi orang beriman ini tidur, ketika dibangunkan atau terdengar suara adzan, langsung dia bangun, bukannya seperti kerbau, bangun dikit lalu tidur lagi. Susah bangun, disiram dengan air, terbangun lalu tidur lagi, ini kerbau namanya. Kerbau seperti ini tidak bisa masuk surga. Boleh tidur, tetapi tidurnya seperti kambing, tidak susah dibangunkan.
Jadi tadi orang yang bertakwa itu adalah orang yang senantiasa menggerakkan anggota badannya untuk melaksanakan perintah-perintah Allah terutama Sholat. Ini karena kalau sholatnya sudah benar berarti benarlah seluruh perbuatan dan pergerakan anggota badannya. Jadi kalau sholatnya sudah benar pasti seluruh gerak geriknya diluar sholat juga benar. Kenapa orang susah berhenti merokok ? ini pasti dan pasti tangannya atau gerakkannya dalam sholat ini masih belum benar. Kenapa seseorang masih main kartu, main domino, pasti gerakkannya dalam sholat masih ada yang salah. “Pasti” disini adalah mutlak, bukan yang seperti kalau makan pasti kenyang, ini justru “pasti” yang tidak mutlak benar. “Pasti” dalam ilmu agama ini mutlak lebih pasti dari “Pasti” nya ilmu manusia seperti 2+2 = 4. Hasil 4 ini sesungguhnya adalah “Insya Allah” atau mudah-mudahan, tidak mutlak kepastiannya. Hasil dari hitung-hitungan ilmu pastinya manusia, dimata ilmu agama tidak pasti, karena ilmu pastinya manusia yang 4 bisa jadi 6, bisa jadi 8, tergantung kepintaran melogikakan rumus. Tetapi “Pasti” dalam ilmu agama seperti pada ayat : “Barangsiapa menolong agama Allah, Pasti Allah akan tolong dia…”, dan “Pasti” disini adalah mutlak, tidak bisa pakai “Insya Allah” atau “Mudah-mudahan” Allah tolong kamu, tidak bisa karena “Pasti” disini adalah mutlak tingkat kepastiannya. Seseorang yang benar geraknya dalam sholat ini “Pasti” tidak akan main domino, tidak akan main catur, tidak akan keliru perbuatannya, dan tidak akan meleset gerakkannya, selalu geraknya kepada yang benar dan baik. Mengapa seseorang masih melangkahkan kakinya ke arah perbuatan yang buruk, ini karena dalam sholat gerakannya masih salah, apalagi jika tidak sholat. Mungkin juga kakinya ketika sholat belum lurus, masih mencong sana sini, sehingga gerak kakinya diluar sholatpun masih kesana kemari, bergerak kearah maksiat kakinya.
Jadi ciri-ciri orang bertaqwa tadi tadi adalah dia beriman betul-betul kepada Allah, kepada yang ghaib, bukan pada yang nampak saja. Ini karena kalau hanya pada yang nampak saja yakinnya, binatang juga bisa. Orang beriman ini yakinnya pada yang tidak dilihat, yang ghaib, inilah yang membedakan antara orang beriman dengan orang yang kafir, orang beriman dengan binatang. Ayam kita panggil, ada beras simpan di gudang, ayamnya tidak lihat beras tersebut, sehingga kita panggil tidak mau ayam itu datang. Tetapi jika kita nampakkan berasnya, tanpa kita panggil akan datang ayamnya. Inilah keyakinan ayam, begitu juga dengan binatang lainnya ketika kita sembunyikan fadhilah atau makanannya, maka mereka, bintang tersebut, tidak akan mau datang. Ini namanya bukan Iman Bil Ghaib, tetapi Iman Bil Musyahadah, atau Iman dengan yang nampak. Yang membedakan seseorang dengan binatang adalah keyakinannya pada yang ghaib.
Contoh :
“Katika waktu dzuhur datang, dia mengojek, sudah mau ke mesjid, tiba-tiba orang datang minta dihantarkan ke tanah abang dengan tarif Rp. 100.000 tidak jauh dari mesjidnya. Padahal ketanah Abang dari situ cuman Rp. 10.000, tapi ini dikasih 10 kali lipatnya. Tetapi si ojek tadi bilang, “Maaf Pak ini waktu sholat, tidak bisa mengantarkan.” Si ojek tadi berkata lagi, “Kalau saya ambil uang Rp.100.000 ini berarti bapak menganggap saya ini binatang.” Jika diambil oleh si Ojek berarti si ojek ini imannya Musyahdah, hanya pada yang nampak, seperti binatang. Sedangkan yang dimesjid ini jauh lebih mahal dari yang Rp.100.000 itu.”
Jadi orang bertaqwa tadi Imannya Bil Ghoib, dan gerak tubuhnya juga benar. Maulana Yusuf berkata, “Kalau gerak badan seseorang telah dikomando oleh sholat, maka kalo sholatnya benar, berarti geraknya diluar sholatnya akan benar juga.” Pernah suatu hari beliau, Maulana Yusuf Rah.,A, sedang duduk-duduk ada orang datang membawakan makanan khidmat, terjatuh didepan beliau. Lalu beliau katakan, “Wahai saudara perbaiki sholat kamu.” Kenapa ketika melayani orang sampai terjatuh, ini berarti sholatnya belum benar. Kalau sholat seseorang ini sudah benar, ini Allah telah janjikan :
“ Innasholata tanha anil fahsyai wal mungkar….”
Artinya : “Sesungguhnya sholat itu mencegah seseorang dari perbuatan fahsya dan mungkar.”
Jadi sholat inilah yang mencegah seseorang dari perbuatan fahsya dan mungkar atau dari berbuat salah. Kalau sholat seseorang ini sudah benar, maka pasti tidak akan berbuat kejahatan lagi diluar sholat. Maka untuk menghilangkan segala kemaksiatan yang ada penting kita bawa orang kepada sholat. Bawa orang kepada sholatnya Nabi SAW, maka akan hilang segala kemaksiatan. Selama sholatnya tidak diperbaiki maka seseorang tidak akan bisa untuk meninggalkan segala kemaksiatan yang ada. Maulana Saad katakan dalam ayat :
“Wa aqimi sholah li dzikri….”
Artinya : “Dirikanlah sholat untuk mengingatku..”
Dalam ayat ini ada kata-kata “Iqoma” dan “Li Dzikri”, disini ada Masa’il dan ada Fadhoil. Kata-kata “Wa Aqimi Sholah”, dirikanlah shlat, ini adalah mashailnya. Penting kita belajar Ilmu Mashail daripada sholat, sehingga sembahyang kita tidak sembarangan. “Li Dzikri” disini agar kita dalam sholat ini membayangkan atau menghadirkan keagungan Allah. Keagungan Allah ini dapat kita pelajari dari janji-janji Allah dalam amal, yaitu Fadhoil Amal. Jadi Fadhoil Amalnya daripada sholat juga harus kita pelajari juga, baru sholat kita akan benar. Jadi sholatnya tadi betul-betul dapat menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah. Sebagaimana gerak gerik dia dalam sholat dia betulkan sehingga pandangan, pendengaran, dan gerakannya tidak ada yang salah.
Kemudian harta yang dia gunakan sesuai dengan keinginan Allah. Sehingga ciri orang yang bertaqwa ini, sebagaimana dalam sholat ini dia tidak ingin ada gerakan yang tidak benar, maka dia tidak ingin satu senpun dari uang dia tidak digunakan untuk keinginan Allah. Uang orang yang beriman tadi karena merasa amanah daripada Allah, dia gunakan sepenuhnya menurut keinginan Allah. Dia merasa uang yang dia miliki ini bukan milik dia lagi.
Allah berfirman mahfum :
“Allah telah beli daripada orang beriman harta dan diri mereka dengan surga….”
Jadi harta yang kita miliki ini titipan, bukanlah milik kita lagi, menurut firman Allah ini bahwa harta dan diri kita ini telah dibeli Allah. Jadi karena sayangnya Allah kepada kita, maka harta ini dititipkan lagi kepada kita untuk digunakan menurut yang Allah mau, bukan yang kita mau. Inilah pentingnya sholat karena jika seseorang sholatnya sudah benar, maka gerak geriknya diluar sholat juga akan benar. Ketika dia mau menggunakan uang tadi, maka secara keseluruhan dia gunakan uang tadi menurut keinginan Allah.
Contoh :
“Seorang ustadz bertanya kepada seseorang, “Apakah Taklim hidup dirumah kamu ?” maka orang tadi menjawab, “Tidak hidup ustadz ?” si Ustadz bertanya lagi, “Kenapa tidak hidup ?” Dia jawab, “Tidak ada uang untuk beli buku taklim.” Si ustadz bertannya lagi, “Berapa harga buku taklim ?” si orang tadi menjawab, “Rp 30.000,-“ si Ustadz bertanya lagi, “kalau di foto copy berapa ?” si orang tadi menjawab, “Rp.100 per lembar” Lalu si ustadz tadi berkata, “Tadikan kamu beli rokok dua batang harganya berapa ?” si orang tadi menjawab, “Rp.1000,-“ Orang ini mampu menggunakan hartanya untuk membeli rokok yang lebih mahal dan yang akan mendatangkan mudharat untuk dia tetapi tidak dia gunakan untuk memfotocopy 10 lembar fadhoil amal untuk kepentingan taklim atau agama, inilah yang namanya penghianatan. Kata Ulama ini “Rizki Allah titipkan pada dia seribu rupiah mampu membeli rokok 2 batang, tidak bisa fotocopy 10 lembar fadhilah sholat, inilah yang namanya penghianatan terhadap rizki yang Allah berikan” Ciri orang bertaqwa tadi Allah berfirman mahfum : “Wa mimma rozaknahum yunfikun.” Rizki yang Allah beri, dia gunakan sesuai dengan keinginan Allah.
Kemudian ciri orang bertaqwa yang lain dia gunakan akal dia ini atau otak dia ini, dia sandarkan kepada ilmu atau otak kenabian, ilmunya para Anbiya AS. Banyak orang hari ini berasumsi bahwa otak umat islam sudah di “Brain wash”, Otaknya sudah dicuci, dirusak oleh cara atau sistem pendidikan orang kafir.
Contoh :
“Jika kita bertanya kepada pelajar SMA atau anak kuliahan, “Bagaimana bisa turunnya hujan ?”, lantas si pelajar tadi akan menjawab, “Hujan ini turun disebabkan karena adanya proses kondensasi, yaitu matahari bersinar kelaut, lantas air laut akan menguap berkumpul menjadi awan, lantas awan ini akan bergerak menuju suatu tempat dibawa oleh angin. Ketika dinginnnya sudah mencapai derajat tertentu, maka awan tadi akan turun menjadi hujan.” Ini adalah teknik atau seni yang dilogikakan menurut akal manusia. Sedangkan menurut Agama, bahwa Allahlah yang mendatangkan hujan dari langit. Sahabat Nabi tidak mengenal peristiwa kondensasi, yang mereka tahu yang menurunkan hujan itu siapa ? Allah. Para sahabat tidak peduli dengan peristiwa kondensasi, ada laut atau tidak ada laut, bagi mereka tidak ada masalah. Anas bin Malik RA kebunnya terletak di padang pasir yang luas, kebunnya kekurangan air, tidak ada hujan, Cukup dengan sholat 2 rakaat minta hujan, maka hujan turun hanya di kebunnya saja”
Ibnu Hadromi RA membawa rombongan ke Bahrain, termasuk Abu Hurairoh RA didalamnya. Abu Hurairoh RA berkata bahwa dia melihat keutamaan daripada amirnya. Ketika dalam perjalanan kehabisan bekal, air habis. Al Hadromi RA, sholat 2 rakaat minta kepada Allah menurunkan hujan, maka hujanpun turun. Sahabat tahu yang menurunkan hujan itu siapa ? Allah. Inilah ilmu yang perlu kita pelajari, ilmunya siapa ? Ilmunya para Anbiya AS. Orang miskin ini agar bisa meletakkan kemiskinannya, bawa mereka kepada pengorbanan. Dalam ilmu manusia untuk dapat menghilangkan kemiskinan harus dengan peningkatan dalam kebendaan dan harta. Sedangkan dalam ilmu kenabian, untuk bisa menghilangkan kemiskinan harus dengan bersedekah, berkorban, walaupun dalam keadaan miskin. Inilah bedanya ilmu Nabi dan ilmu manusia dalam menghilangkan kemiskinan. Dalam suatu riwayat Bukhori, Nabi SAW mengatakan mahfum kepada para sahabat terutama yang miskin :
“Jauhilah Api Neraka walaupun hanya dengan separuh kurma “
Note Penulis :
Maksudnya apa ? ini adalah isyarat dari Nabi bahwa orang miskin saja beliau minta untuk bersedekah, berkorban walaupun hanya dengan separuh kurma, apalagi orang kaya. Mengapa nabi meminta orang miskin bersedekah walaupun hanya separuh kurma ? ini agar hilang dari mereka sifat miskin. Apa itu sifat miskin ? selalu ingin meminta kepada mahluk, dan merasa kurang. Dengan memberi dalam keadaan miskin ini akan mendatangkan sifat Qona’ah, sifat kaya, yaitu merasa cukup dengan apa yang dia punya. Hanya orang mempunyai Qonaah dalam dirinya, sehingga walaupun dia miskin, tetapi mampu memberi kepada orang lain. Ini ada orang kaya punya kurmanya segudang, tetapi hanya mau memberi separuh kurma, ini namanya orang kaya pelit dan miskin hatinya. Orang kaya seperti ini tidak akan pernah menemukan rasa cukup dalam hatinya dan pasti akan menderita hidupnya dengan harta yang dia tumpuk.Dengan semakin banyak memberi maka akan semakin hilang sifat miskin dalam dirinya.
Di jaman nabi karena kekuatan Iman sudah sempurna, sehingga sahabat ini hanya dengan satu kurma saja mampu menutupi seluruh kebutuhan makan untuk kerja dalam satu hari. Hari ini berapa kurma kita perlukan untuk dapat kerja dalam satu hari ? inilah perbedaan Iman kita dan Sahabat RA. Jika Iman sempurna, tidak perlu kita punya banyak kurma atau banyak harta untuk bisa menyelesaikan masalah kita. Dengan Iman yang sempurna Allah akan datang keberkahan rizki dalam hidup kita. Keberkahan seperti apa ? cukup dengan satu kurma dapat menyelesaikan seluruh kebutuhan makan untuk satu hari.
Note Penulis :
Apakah mungkin kita bisa makan cukup satu hari hanya dengan satu kurma ? Allah mampu menghidupkan orang 309 tahun tanpa makan dan minum seperti kisah Ashabul Kahfi. Apalagi mencukupi kebutuhan makanan orang untuk satu hari penuh hanya dengan satu kurma, mudah saja bagi Allah, tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah. Jadi dengan keimanan Allah mampu memberikan seseorang ini keberkahan. Apa itu yang namanya Keberkahan :
1. 1. Jika diperlukan ada
2. 2. Mencukupi dan tidak berlebihan
3. 3. kecil atau sedikit tetapi dapat menyelesaikan masalah yang besar
Di dalam ilmu orang kafir ini kalau harta dibelanjakan maka ini akan berkurang, tetapi di dalam ilmu kenabian harta yang dibelanjakan dijalan Allah, atau yang disedekahkan, tidak akan berkurang bahkan bertambah. Dalam suatu riwayat dikatakan mahfum :
“Tidak akan berkurang harta yang telah disedekahkan…”
Inilah yang namanya ilmu kenabian, hanya dengan sedekah maka sifat miskin hilang, bahkan harta yang disedekahkan tidak akan berkurang tetapi bertambah. Dalam suatu riwayat dikatakan bahwa :
“ Allah akan hancurkan riba dengan zakat “
Note Penulis :
Jadi semua sistem riba yang di rancang oleh orang kafir akan Allah hancurkan dengan zakat. Maksudnya sistem riba ini nanti akan hancur dengan keimanan, yaitu dengan zakat. Jadi zakat ini adalah alat yang Allah gunakan untuk menghacurkan sistem riba yang di design sedemikian rupa oleh orang kafir untuk menjauhkan umat islam dari Allah. Mau menghancurkan orang kafir, mudah saja, yaitu dengan membayar zakat. Disini seseorang ini akan menjadi kaya bukan dengan menyimpan uang tetapi dengan dizakatkan, di infakkan, dan disedekahkan. Kaya disini bukan kaya materi, tetapi kaya hati.
Dalam Al Qur’an surat Al Baqarah ayat 2, Allah berfirman :
“Dzalikal kitabula roibafihi hudallil muttaqien….”
Artinya : “Kitab Qur’an ini tidak ada keraguan padanya dan petunjuk bagi mereka yang bertaqwa”
Al Qur’an ini adalah kitab petunjuk bagi orang yang bertaqwa. Jika kita bertakwa, mempunyai ciri-ciri orang yang bertakwa, maka Allah akan bukakan kepada kita rahasia Al Qur’an. Di dalam Al Qur’an ini ayat-ayat seperti surat Al Baqarah ayat 1, Alif Lam Mim, ayat muttawattir, artinya ulama sepakat bahwa hanya Allah yang tahu. Maksudnya apa ? kalau kita ingin dibukakan oleh Allah rahasia-rahasia Al Qur’an ini, maka kita harus berani mengatakan :
“Ya Allah saya ini bodoh tidak tahu apa-apa, sedangkan Engkau sumber Ilmu dan Maha Mengetahui segala-galanya, maka ajarkanlah kami dan beritahukanlah kepada kami apa-apa yang kami tidak ketahui.”
Kalau mau diberitahu oleh Allah kita harus jantan mau mengakui bahwa kita ini bodoh dan tidak tahu apa-apa di hadapan Allah. Jika kita mau mengakui kebodohan kita dihadapan Allah, mereasa tidak tahu, dan ingin tahu, lalu buat usaha untuk mencari tahu, barulah Allah akan bukakan rahasia-rahasia Al Qur’an kepada kita. Jangan kita menjadi orang yang sok tahu, jika kita sudah merasa tahu dan cukup dengan apa yang kita punya, maka dalam suatu riwayat dikatakan Allah akan tutup pintu-pintu keilmuan untuknya. Maksudnya selama seseorang sudah merasa tahu dan cukup dengan ilmunya, maka Allah akan tutup pintu-pintu ilmu sehingga ilmunya tidak dapat meningkat atau bertambah. Sebagaimana kita mengakui kepada Allah tentang kebodohan kita, dan ketidak tahuan kita, maka pengakuan ini juga berlaku atas harta, jabatan, anak, istri, toko, dan keduniaan yang kita miliki. Kita harus merasa tidak tahu arti dan makna dari semua keduniaan yang kita miliki dari manfaat dan mudharatnya. Kita harus berkata :
“Ya Allah saya tidak tahu manfaat dan mudharat dari keadaan dan kebendaan yang saya miliki, sebagaimana saya tidak tahu apa itu manfaat dan mudharat dari istri saya, anak saya, harta saya, rumah saya, toko saya, perdagangan saya, dan lain-lain. Hanya engkaulah yang mengetahui manfaat dan mudharat dari semua ini, maka beri tahukanlah kepada kami manfaat dan mudharat dari semua ini.”
Maka nanti Allah akan ajarkan kepada kita kemampuan untuk mengetahui antara yang haq dan yang bathil, antara yang halal dan yang haram. Namun untuk bisa dibukakan rahasia-rahasia ini, maka kita harus maksimalkan kemampuan kita untuk mencapai derajat ketakwaan. Ini karena Al Qur’an ini diperuntukkan hanya bagi orang-orang yang bertakwa. Maka untuk sampai ke derajat taqwa ini penting kita perbaiki daripada mutu sholat kita. Sahabat ini sholatnya mampu menghadirkan ketaqwaan kepada Allah dalam sholat. Sehingga konsentrasi sholat mereka mampu menghilangkan segala gangguan yang dapat mengganggu sholat mereka dan hanya melihat Allah saja dalam sholatnya.
Contoh Sholat I :
Sholat Ali bin Abi Thalib RA, ketika beliau terpanah pahanya, beliau RA meminta sahabat mencabut panahnya ketika sedang sholat. Ketika dicabut dalam sholat, selesai mengucapkan salam, Ali RA tidak menyadari atau mengetahui bahwa panah tersebut telah tercabut dari panahnya. Ini dikarenakan kekuatan sholat Ali ini, kekhusyuannya dihadapan Allah dapat menghilangkan segala sesuatu selain Allah saja yang nampak dalam sholatnya. Inilah derajat ketakwaan sholatnya Ali RA.
Contoh sholat II :
Ada juga sholatnya Umar RA yang dalam suatu riwayat dikatakan bahwa Umar RA ketika sholat mampu menggunakan kebersamaannya dengan Allah dalam sholat untuk mengatur strategi perang. Disini Umar RA menggunakan momentum sholat untuk mengatur strategi perang bersama Allah. Ini karena derajat ketaqwaan Umar RA yang mampu merasakan kehadiran Allah di dalam sholatnya, sehingga dia gunakan momentum ini untuk mengatur strategi perang bersama Allah. Asbab ketaqwaan Umar RA ini, jangankan didalam sholat, diluar sholatpun, syetan jika melihat bekas jejak langkah kaki Umar RA sudah lari terbirit-birit.
Mana yang lebih baik antara sholat Ali RA dan Umar RA ? jawabnya dua-duanya baik. Yang tidak baik adalah ketika dalam sholat yang kita ingat adalah selain Allah yaitu keduniaan. Sehingga sahabat ini merasa kalau mereka ingat selain Allah dalam sholatnya maka dia merasa sholatnya ini tidak ada nilainya, rusak semuanya. Sehingga ada seorang sahabat asbab dia terkesan dengan kebunnya ketika sholat, akhirnya kebunnya itu dia infakkan seluruhnya kepada Nabi SAW untuk digunakan di jalan Allah. Inilah ketaqwaan sahabat di dalam sholat mereka.
Jadi bagaimana ciri-ciri orang bertaqwa itu bahwa dia senantiasa menggunakan hartanya ini sesuai dengan perintah dan keinginan Allah Ta’ala. Kalau yang namanya orang bertaqwa ini, jangankan untuk berbuat maksiat, untuk keperluan dia saja sudah takut untuk menggunakannya. Dalam suatu mahfum hadits dikatakan :
“ Bertaqwalah kamu kepada Allah sesuai dengan kemampuan kamu.”
Tetapi awas disini, dan perlu kita hati-hati dalam menafsirkan hadits disini. Maksud dari bertaqwa kepada Allah sesuai dengan kemampuan itu tidak sama dengan sesuai dengan kemauan. Hari ini banyak orang mengamalkan agama semaunya, menurut kemauannya, bukan kemampuannya. Jadi orang bertaqwa ini harus dengan kemampuan, bukan dengan kemauan dia saja. Beda antara orang yang beribadah dengan kemampuan dan kemauan. Kalau orang beribadah dengan kemampuan dia yang dimaksimalkan, inilah yang namanya Taqwa. Jika dia bertaqwa dengan kemampuan dia barulah Nusroh Allah akan turun. Tetapi jika kita beribadah menurut kemauan kita, maka pertolongan Allah tidak akan turun. Selama dia mengerjakan ibadah dan ketaqwaan ini dengan memaksimalkan kemampuannya baru akan datang petunjuk dan pertolongan dari Allah.
Contoh :
Jika kita diberi pertanyaan apakah sholat dirumah sah apa tidak ? menurut fiqih agama itu sah-sah saja. Sembahyang di rumah nilainya cuman 1 derajat, sedangkan di mesjid 25 derajat. Jika 10 hari maka derajat orang yang sholat di mesjid adalah 25 derajat x 5 waktu x 10 hari = 1250 derajat, sedangkan yang sholatnya dirumah adalah 1 derajat x 5 waktu x 10 hari = 50 derjat. Orang yang lebih memilih sholat di rumah dibanding sholat ke mesjid ini adalah orang yang bodoh dan sombong, bukanlah orang yang bertaqwa. Inilah makanya dalam suatu mahfum hadits dikatakan ingin rasanya Nabi SAW ini membakar rumah-rumah orang yang sholat dirumahnya. Sudah dikasih derajat yang lebih tinggi dengan sholat ke mesjid malah milih sholat dirumah.Dan dalam mahfum hadits yang lain dikatakan, andaikata orang munafik itu tahu keutamaan sholat di mesjid pada waktu subuh dan isya, maka mereka akan bela-belain walaupun dalam keadaan merangkan-rangkak untuk dapat ke mesjid. Ini karenakan orang munafik di jaman Nabi saja sudah sholat 3 waktu ke mesjid yaitu dzuhur, ashar, dan maghrib. Kini karena ketaqwaan sudah hilang dari umat, jangankan 3 waktu, hampir 5 waktu kini banyak mesjid kosong dari jemaah. Jadi kita sudah mengalami degradasi ketaqwaan, lebih parah dari kemampuan untuk sholat berjamaah orang-orang munafik di jaman Nabi.
Contoh II :
Hari ini ketika adzan mengumandang, lalu kita ajak orang untuk sholat ke mesjid jawabnya apa, “Saya sholat dirumah saja deh, kan haditsnya beribadahlah kamu menurut kemampuan kamu. Jadi saya mampunya masih sholat dirumah” Inilah alasan mereka ketika diajak untuk sholat ke mesjid. Padahal kakinya ada, tidak lumpuh, matanya ada bisa melihat, kupingnya ada bisa mendengar. Bahkan dijaman Nabipun orang buta kalau dia bisa mendengar suara adzan tetap diminta Nabi untuk pergi ke mesjid, walaupun dia buta, apalagi orang yang sehat dan tidak ada cacat. Jadi ketika dia mampu untuk pergi ke mesjid tetapi dia milih untuk sholat dirumah, berarti orang ini sholat berdasarkan kemauan bukan kemampuan. Dia mau sholat dirumah, semaunya dia, sedangkan maunya Allah ini agar dia sholat di mesjid. Bukanlah dia seorang laki-laki kalau sholat dirumah, karena hanya seorang perempuan yang sholat dirumah, laki-laki sholat dirumah ini banci namanya. Dalam Al Qur’an ini yang sholat berjamaah ke mesjid ini adalah laki-laki. Kalau perempuan mau sholat ke mesjid prasyaratnya banyak, makanya perempuan ini dianjurkan sholatnya dirumah, laki-lakinya yang ke mesjid. Jadi orang seperti ini menafsirkan hadits bukan dengan tafsir Jallalain, tetapi namanya Tafsir Jalan Lain, ngaco tafsirnya. Tafsir Jallalain itu yang bener, yaitu sholat di mesjid berjamaah, bukan tafsir jalan lain yaitu sholat menurut kemauan bukan kemampuan.
Contoh III :
Seseorang mampu untuk sholat tahajjud sebanyak 8 rakaat dan ditutup witir 3 rakaat, dia mampu. Tetapi dia malah memilih tahajjud 2 rakaat lantas tidur. Ketika ditanya kenapa tahajjud hanya 5 menit saja, atau 2 rakaat saja, dia jawab “Layukalifullahu Nafsan Illawusaha” artinyakan Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Bukan ini tafsirnya, salah tafsirnya, dia menggunakan tafsir jalan lain, bukan jallalain. Allah tahu kemampuan kita ini berapa, misalnya Allah mampu kemampuan sholat kita ini sekian rakaat, tetapi karena manunya dia 2 rakaat, ya sudah tutup buku. Bahkan kemampuan tadi kalau tidak diasah, ditingkatkan, harus dilatih terus, maka lama kelamaan akan hilang kemampuannya karena lemas atau tidak berdaya oleh kemauannya. Seperti seseorang mengangkat beras kemampuannya bisa mengangkat sapi 100 Kg beras, tetapi karena tidak dilatih, mengangkat yang 20 Kg saja sudah teler dia. Padahal kalau dilatih dari mengangkat 10 Kg, lalu meningkat 20 Kg, ternyata karena dilatih mampu mengangkat 100 Kg sebenarnya dia.
Jadi inilah tujuan Dakwah ini diantaranya adalah untuk menggali potensi yang ada dalam diri kita, menggali kekuatan kita. Mampu kita sebenarnya pergi keluar di jalan Allah, tetapi potensi ini terpendam, karena tidak digunakan. Jadi kita melatih diri kita untuk mencapai daripada batas akhir kemampuan, bukan daripada kemauan. Kemampuan ini yang bagaimana ? Allah firmankan dalam Al Qur’an :
“Walladzinajahadu fina lanahdiyannahum subulana…”
Artinya : “Barangsiapa bersungguh-sungguh (bersusah payah, berjuang untuk agamaku), maka pasti akan kami bukakan pintu-pintu menuju kami…”
Jadi dalam ayat ini jika ulama yang ahli nahwu, maka ada 12 derajat pasti, minimal 3 kali pasti. Maksudnya dalam ayat ini adalah barangsiapa bermujahaddah, bersusah payah, bersungguh-sungguh, bekerja melaksanakan perintah Allah tadi dengan sesuai dengan batas akhir kemampuan dia tadi, maka “Pasti”, minimal 3 pasti, akan kami bukakan jalan-jalan Hidayah untuk menuju Allah. Siapa yang akan Allah berikan Hidayah tadi ? yaitu siapa saja yang betul-betul bermujahaddah dibatas akhir kemampuan dia untuk mentaati Allah.
Maka Syekh Abdul Wahab, Amir Pakistan, berkata bahwa :
“Siapa saja yang bekerja, bermujahaddah, dalam ketaatan kepada Allah, sampai batas terakhir kemampuan dia, maka nanti apa yang dia tidak mampu akan Allah sempurnakan.”
Jadi bila seseorang sudah bekerja atau berbuat sampai batas akhir kemampuan dia, maka nanti yang dia tidak mampu akan Allah sempurnakan kerjanya. Bahkan semakin hari kemampuannya akan semakin ditingkatkan oleh Allah.
Contoh I :
Seorang Petani dalam menanam di pertaniannya, apa kemampuannya, atau apa yang bisa dia lakukan semampunya ? yaitu menggali tanah, menanamkan biji, kasih pupuk, dan kasih air, kasih pagar, ini saja kemampuan petani. Petani mampu tidak untuk menumbuhkan pohon, atau tumbuhan, atau padi ? Yang memberi warna pada Apel ini supaya menjadi merah itu siapa ? yang memberi rasa itu siapa ? apakah petani mampu memberi warna dan memberi rasa ? Tidak, ini semua kerja Allah. Tetapi Allah ini ingin lihat batas akhir kemampuan petani itu dimana. Ketika petani sudah bekerja sampai batas kemampuan yang terakhir : dia gali tanah, dia tanam biji, diberinya pupuk, dan disirami setiap hari seperlunya, kasih pagar, dan tiap hari dia kontrol, inilah batas kemampuan terakhir petani. Ketika petani telah memberikan pengorbanan sampai batas terakhir daripada kemampuannya, maka apa yang petani yang gak mampu, Allah sempurnakan. Seperti : mendatangkan panas yang cukup, hujan yang cukup, menumbuhkan padi atau pohon, mengeluarkan buah, memberi rasa manis, ini semua kerja Allah menyempurnakan apa yang tidak bisa dilakukan petani tadi. Ini semua dengan syarat petani tadi bekerja sampai batas akhir kemampuan.
Contoh II :
Ada petani konyol dan bodoh, berkata : “Sudah Tawakkal saja, lempar aja bijinya, katanyakan : “wamai yatakilloha yaj’alahu makhroja. Wayarzukhu min haisu la yahtasib” artinya : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.” Jadi petani konyol ini menafsirkan ayat ini, untuk santai saja, semuanya itukan sudah ditangan Allah, sedangkan dia tidak memaksimalkan kemampuannya. Tahu-tahu akhirnya yang tumbuh malah ilalang, semak belukar, tidak sesuai dengan yang diharapkan. Apakah petani yang macam ini mau menyalahkan Allah ? padahal dia belum lakukan kerja apa-apa. Katanya, “Rezekikan ditangan Allah, jadi terserah Allah. Dikasih syukur gak di kasih yah buat apa diusahakan ?” Ini bodoh namanya. Dia tidak mengerjakan apa-apa, tetapi berharap pada Allah. Ini seperti orang yang mau punya anak tetapi tidak mau kawin.
Note penulis :
Ini Petani goblok namanya, dia tidak mengerti maksud dari ayat ini. Dia pikir Allah ini pembantu bisa seenak-enaknya disuruh-suruh, sementara dia santai-santai saja. Dia mengharapkan Allah untuk mananam bibit, lalu menumbuhkannya, dan memberikan hasil yang maksimal, tanpa dia buat usaha. Inilah yang namanya kebodohan. Maksimalkan kemampuannya dulu baru Allah kasih hasil yang layak dan sesuai dengan pengorbanan dan kemampuannya. Lakukan dulu apa yang kita mampu sampai batas akhir kemampuan kita, nanti Allah akan melengkapi apa yang kita tidak mampu.
Banyak yang bilang, “Bukankah rizki dan hidayah ditangan Allah. Terserah Allah mau memberikan hidayah atau rizki atau tidak. Kalau Allah inginkan saya keluar, maka saya keluar. Jika Allah tidak inginkan, ya gak tahu ?” Ini kebodohan namanya. Jangan kita menafsirkan Al Qur’an ini dengan Jalan Lain, tetapi harus dengan tafsir Jallalain.
Kargozari Mubayyin :
Ketika di Airport, saya bertemu dengan seseorang dan berkata kepada saya, “Ustadz, saya ini dulu pernah ikut rombongan ustad ini. Sekarang sudah tidak bisa lagi. Bahkan sholatpun kini sudah dikerjakan, karena boss saya ini Cina (non-muslim), jadi tidak ada toleransi dalam jam kerja dan waktu sholat.” Jadi saya katakan kepadanya, “Baik, kalau begitu keadaannya, sekarang sampai jam berapa anda kerja ?” dia jawab, “Saya ini kerja dari jam 8 pagi, sampai jam 5 sore, sehingga sholat dzuhur dan ashar susah saya kerjakan.” Lalu saya katakan, “Kalau begitu sholat subuh, maghrib, isya, andakan lepas hubungan dari dia (bossnya). Jadi yang mampunya anda sekarang ada di subuh, maghrib, dan isya. Ini kemampuan yang pertama dulu. Jika dzuhur dan ashar, anda ditekan oleh boss, jadi untuk tahap awal kerjakan sholat yang tanpa ada tekanan dari boss anda dulu yaitu : sholat subuh, maghrib, dan isya. Ini yang kamu mampu dulu untuk tahap pertama. Kerjakan sholat yang mampu ini dengan baik. Lalu yang tidak mampu bagaimana caranya ? untuk saat ini masih dalam tekanan yaitu sholat dzuhur dan ashar. Maka jika anda kerjakan yang mampu tadi dengan baik, nanti yang tidak mampu kamu terus berusaha sesuai dengan batas kemampuan kamu, dan berdo’a kepada Allah. Nanti Allah mampukan apa yang kamu tidak mampu.” Tetapi jika yang mampu saja tidak dikerjakan : subuh, maghrib, isyanya juga tidak dikerjakan, maka sampai matipun tidak akan Allah mudahkan.
Jadi dalam kemampuan ini apa yang mampu dikerjakan, kita kerjakan dulu. Tetapi kita terus berusaha untuk mengembangkan dan meningkatkan. Maka dalam Ushul Dakwah ini :
1. Tugas Pertama : “Qobul Al Maujud”
artinya : ”Terima dulu yang ada”.
1. Tugas Kedua : “Matarkiyatil Marbu”
artinya : ”Meningkatkan Kemampuan”
Jadi yang namanya Da’i ini tidak boleh puas hanya dengan satu keadaan, tetapi dia juga tidak boleh tidak terima atau ingkar dengan keadaan yang ada. Terima apa yang ada dulu, lalu tingkatkan sampai kepada yang kita inginkan. Firman Allah : “Fattaqulloh Mastatho’tum”, jadi berimanlah kamu sesuai dengan kemampuan bukan dengan kemauan. “Layukallifullahu nafsan illa wus’aha”, Jadi Allah tidak akan memberikan beban kecuali sesuai dengan kemampuan atau kesanggupannya. Dan Allah ini Maha Tahu kemampuan seseorang ini, jangan dia bohong. Seseorang mampu sholat tahajjud 8 rakaat, tetapi dia hanya melakukan 2 rakaat dengan alasan semampunya, ini berarti dia telah berbohong dengan diri dia sendiri dan membohongi Allah. Sebagaimana sembahyangnya orang dirumah, padahal dia mampu, dengan alasan Allah tidak akan membebani dia diluar kemampuannya, ini berarti dia bohong sama diri sendiri dan bohong sama Allah. Kalau seseorang ini sudah sampai pada batas kemampuan yang terakhir, maka apa yang dia tidak mampu nanti akan Allah sempurnakan. Hari ini orang ingin berangkat ke India, Pakistan, dan Bangladesh, 4 bulan, biayanya 8 juta. Namun yang ada sekarang 5 juta saja. Jadi kemampuan dia yang terakhir berapa ? 5 juta saja. Dia tidak memaksakan, tetapi dia berusaha beramal sesuai dengan kemampuan. Kalau dia paksakan diri berangkat, berarti dia ingin menguji Allah. Sedangkan Allah tidak suka diuji. Kemarin ada seseorang dalam jemaah, agak sedikit marah pada saya (mubayyin). Tetapi saya Ikhlas saja dimarahin, karena saya suka marah juga sama orang. Tetapi marahnya ini galak bukan emosi, tetapi galak saja. Jadi setelah ditafakkud kesiapan dia untuk berangkat, ternyata kita sudah mengkaji biayanya tidak cukup. Lantas dia marah dan berkata, “Ustadz buat apa sih targhib-targhib orang masalah Yakin, ternyata masih menanyakan kepada kami masalah duit cukup atau tidak. Jangan bicara-bicara Yakin kalau masih nanya-nanya lagi masalah duit cukup atau tidak.” Mendengar ini saya sebagai ustadz yang suka mentarghib masalah Yakin ini terpukul juga mendengar jawaban dia. Kita ini harus sabar dalam dakwah ini, tidak boleh emosi dan gunakan nafsu saja, apalagi ketika menemukan keadaan yang seperti ini. Lalu saya katakan kepadanya, “Kami juga pernah bertanya mengenai perkara yang demikian, bukan saya yang bertanya, tetapi Mufti Zainal Abidin bercerita.”
Ceritanya apa :
Jadi ketika Mufti ini memberikan bayan tentang Iman dan Yakin ini sudah seperti keyakinannya sampai kelangit. Lalu ada orang bertanya kepada Mufti Zainal Abidin di airport, “Mufti kenapa sih bayannya kuat sekali mengenai perkara Yakin ini, tetapi ketika keluar orang ditanya lagi masalah kesiapan duitnya, ditafakkud lagi dan lagi kayak gak ada keyakinan aja ?” Inikan seakan-akan bertentangan antara yang Mufti bayankan dengan prakteknya. Apalagi katanya ketika tim taskil berkata, “Jangan lihat kantong, jangan lihat kantong, lihat saja kekuasaan Allah yang tanpa batas.” Tetapi setelah ditafakkud, ditanya juga berapa yang ada di kantong. Maka Mufti Zainal Abidin berfikir sejenak, lalu pandangannya tertuju pada landasan airport yang ada pesawatnya. Dia lihat disana ada pesawat yang besar seperti Boeing 747 itu terbangnya harus hebat, cepat, mantap, dan stabil. Namun sebelum terbang, pesawat ini ada di parkirannya. Pesawat ini ditarik dengan mobil, dibimbing, diposisikan dulu biar pas letakknya. Ditarik mundur dulu dari parkirannya, dibelokkan, baru ditarik maju menuju runaway, tempat lepas landas. Melihat hal ini, Mufti Zainal Abidin katakan, “Coba lihat itu pesawat, dia bisa terbang kelangit, tetapi sebelum terbang, pesawat ini ditafakkud dulu kesiapannya sebelum pesawat ini diletakkan di runaway itu untuk lepas landas. Apa yang ditaffakkud dari : mesinnya, pilotnya, alat-alatnyta, mobil tariknya, dan lain-lain. Sampai pada mobil yang membimbing pesawat ini dipersiapkan hingga ada pada posisi yang di inginkan untuk siap terbang.” Lalu Mufti katakan, “Kamu itu mau seperti itu, di targhib siap terbang, tetapi terbangnya ngaco, malah membahayakan orang lain, ibarat pesawat tidak ikut tafakkud tahu-tahu meleset, mesin rusak atau posisi terbang salah sehingga malah tabrakan. Ini karena tidak ditafakkud dulu sebelum terbang. Jadi untuk mempersiapkan pesawat agar bisa terbang ini, perlu di tafakkud dulu hingga sampai pada kesiapan yang cukup layak untuk terbang. Baru nanti terbangnya mantap, stabil, tidak membahayakan, cepat, dan lancar.” Begitu pula kita, sebelum kita berangkat untuk mendapatkan keyakinan yang sempurna ini, ditafakkud dulu, duitnya berapa, biar tidak ngaco nanti terbangnya. Ini bukannya bertentangan dengan keyakinan, tetapi untuk meletakkan diri kamu di runaway tadi seperti pesawat. Jadi tafakkud ini untuk mempersiapkan keyakinan kita agar diletakkan dengan benar pada tempatnya, seperti membenarkan letakknya pesawat ini di runaway agar siap terbang. Nanti kalau Iman ini sudah sampai di runaway, sudah sampai pada level layak untuk terbang, gak perlu lagi di taffakkud. Masyeikh ini setiap 2 tahun pergi haji, mana ada orang yang datang kepada Syeikh Abdul Wahab, berapa tafakkudnya ? apa kesiapannya ? berapa uang dibawa untuk pergi haji ? cukup atau tidak ? tidak ada ceritanya syekh Abdul Wahab di taffakkud seperti itu. Ini karena para Masyeikh sudah meletakkan diri mereka pada jalan yang sudah tinggal siap terbang saja. Keyakinan mereka sudah sampai kalau terbang ini tidak akan menyusahkan orang lagi, seperti terbangnya pesawat yang tinggal lepas landas dari runaway tadi, tidak akan nabrak-nabrak.
Ada kisah tentang Nabi Isa AS ketemu Iblis LA, cerita ini agar kita ini tidak meniru iblis tadi. Bahaya kalau kita ikuti jejak Iblis, masuk neraka nanti akhirnya. Dakwahnya Iblis ini kuat, sebagaimana Dakwahnya Nabi. Kehebatan Iblis ini adalah Keikhlasannya. Jadi Nabi Ikhlas dan Iblispun juga Ikhlas, sama-sama Ikhlas. Cuman yang satu mengajak ke Surga, dan yang satu mengajak ke Neraka. Iblis gak pernak mengajak orang supaya dia, iblis ini, menjadi gubernur atau bupati, ketua partai, atau presiden, tidak ada. Tetapi murni mengajak orang agar masuk kedalam neraka bersama dia, itu saja, tanpa ada embel-embel lain. Dia, Iblis ini, tidak mau apa-apa dari dunia ini selain orang ikut sama dia ke neraka saja, sudah cukup itu saja bagi dia. Inilah dakwahnya Iblis, ikhlas tidak minta apa-apa, hanya ingin manusia masuk neraka saja. Jadi kalau Da’i ini masih mengharapkan sesuatu dalam dakwah berarti lebih goblok dari iblis. Kalah oleh Iblis dalam hal keikhlasan, bagaimana akan bisa menang. Iblis berkata kepada Nabi Isa AS, “Wahai Isa tahukah kamu bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan itu adalah Allah”, Isa bilang, “Ya tahu saya itu, dan yakin sekali.” Lalu Iblis berkata kepada Isa AS, “Sekarang kamu naik ke gunung, nanti kalau engkau sudah sampai dipuncaknya sana, kau lompat. Untuk membuktikan keyakinan kamu, bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah.” Sekarang coba posisikan diri kita seperti Nabi Isa AS. Seandainya ada karkun 4 bulan IPB, baru pulang lagi Jos, di tempatkan dalam keadaan seperti Nabi Isa tadi bagaimana ? kita di targhib Iblis masalah keyakinan seperti Nabi Isa, apa yang akan kita lakukan ? Kita diminta Iblis untuk naik ke atas gedung lalu kita disuruh lompat, iblis nantang, kan kita sudah yakin katanya bahwa yang menghidupkan dan yang mematikan adalah Allah. Bagaimana ? berani atau tidak kita menjawab tantangan iblis tadi ? apa kata iblis ini misalnya kepada kita, “Kamu ini bicara yakin-yakin sekarang coba tantang kereta api yang lagi jalan, kamu tunggu di rel.” Berani tidak kita ? untuk membuktikan bahwa hidup dan mati ini ditangan Allah. Tetapi apa jawab Nabi Isa ketika ditantang oleh Iblis seperti ini, “Wahai Iblis, yang berhak menguji itu Allah. Bukan kamu.” Allah yang menguji hamba, atau hamba yang menguji Allah ? Jelas disini Allahlah yang berhak menguji hambanya, bukan hambanya yang menguji Allah. Misalnya diatas gunung tadi ada orang yang sedang mengembalakan kambing. Dibawah gunung tadi ada sekelompok da’i melihat hal itu, sehingga mereka bermusyawarah memilih orang untuk naik ke atas gunung untuk mendakwahkan islam kepada si pengemala kambing tadi. Maka karkun yang terpilih tadi berdasarkan musyawarah, pergi naik ke gunung, dalam perjalan dia terpeleset, jatuh ke jurang, maka matinya adalah mati syahid. Tetapi kalau kita ikut kemping, pramuka, naik ke gunung, jatuh ke jurang, mati, ini namanya bukan mati syahid, tetapi mati sangit. Walaupun dia seorang karkun 4 bulan, mau menguji Allah, lompat dari gunung, maka perintahnya adalah orang Alim tidak boleh mensholati jenazahnya. Jadi kalau ada orang mati bunuh diri, perintahnya orang Alim jangan sholat, biar orang-orang awam saja yang mensholati. Kalau tidak di sholatkan sama sekali, berdosa semuanya, tapi yang menyolatkan jangan orang yang terkemuka seperti Ulama, Bupati, Tokoh masyarakat, cukup orang awam saja. Jadi kalau dia terjun lalu mati ini dia menguji Allah, tetapi jika dia naik karena dakwah, lalu terjatuh, ini dia diuji Allah namanya.
Jadi orang yang tadi hendak pergi ke IPB (India, Pakistan, Bangladesh), taffakkudnya 8 juta. Orang ini punya uang 10 juta, 2 juta untuk istri, dan 8 juta untuk berangkat. Lalu sampai di Malaysia ini duitnya hilang, berarti dia ini diuji Allah. Maka tetesan air mata dia ini lebih disukai oleh Allah, dan mendapat pertolongan Allah. Ada orang punya duit 100 juta, bawa duit 5 juta, di tafakkud, dia bilang udah gak usah takutlah. Tim taskil bilang, “Apa yang menyebabkan anda tidak punya duit memaksakan diri ?” dia bilang, “Tidak usah tanya-tanya saya.” Sampai di Malaysia punya duit tinggal 3 juta. Di Malaysia kata Amir rombongan kumpul uang buat khidmat, dengan alasan Iqrom tidak usah ditentukan, ada orang yang memasukkan uang ke dalam sorban minim sekali, ada yang hanya memasukkan tangan saja. Orang macam ini adalah pendusta dan pengkhianat. Orang seperti ini bukanlah seorang Da’i tetapi pengkhianat, makan duit orang, copot saja jadi amir, kembalikan ke markaz. Tidak ada kerja dakwah yang macam itu, kalau uang habis, pulang saja, kerja lagi, jangan menipu teman-teman dia. Menipu dengan alasan agama, targhib tentang pentingnya Iqromul Muslimin.
Kargozari :
Ada jemaah pergi dengan taffakud Rp. 200.000, – untuk 40 hari. Tetapi baru 4 hari jalan sudah pulang. Ditanya kenapa pulang, dia bilang, “Duit habis.” Ditanya lagi, “Kenapa habis ?”, dia bilang, “Habis Amir shaf targhib kita harus Iqrom kepada saudara-saudara kita. Sehingga saya harus kasih 50 Ribu setiap hari. Jadi 4 hari sudah habis.” Lalu ditanya lagi, “Yang lain bagaimana setorannya ?” dia jawab, “Cuman masukkan tangan saja.”
Padahal Allah sudah memberikan garisan :
“ Watujahiduna fisabillillahi bi amwalikum wa anfusikum…”
artinya : “Berjuang di jalan Allah dengan harta dan diri kamu sendiri….”
Berarti orang seperti ini, yang memanfaatkan orang lain dengan alasan agama, telah menipu orang. Penipu macam ini tidak akan bisa berhasil dalam kerja agama. Justru penipu-penipu macam inilah yang merusak kerja agama, merusak kerja Nabi SAW. Orang macam ini tidak mau ditaffakkud, tetapi mau menipu dengan alasan agama.
Kargozari :
Kemarin ketika saya di Cianjur, saya ditanya oleh seseorang, “Ustadz boleh tidak berpuasa ketika keluar di jalan Allah ?” lalu saya katakan, “Mengapa tidak boleh ? silahkan saja puasa. Bahkan ada jemaah masturoth dari pakistan dapat Visa 2 bulan, tidak bisa diperpanjang lagi. Mereka ke Singapore, selama disana lebih kurang 2 minggu, mereka berpuasa, suami-istri. Sehingga mereka bisa dapat Visa lagi. Jadi silahkan aja berpuasa. Tetapi dengan catatan jangan makan benda yang haram dalam puasa.” Dia bertanya, “Maksudnya benda haram bagaimana ?”
Contohnya saya berikan :
Kumpul duit Rp.3000,- satu hari. Nanti pada waktu sahur bilang sama Khidmat, “Besok saya mau puasa, tolong beli 2 bungkus supermie.” Lalu dibelikan supermie 2, berapa harganya ? Rp. 2000. Ditambah lagi telor 3, Rp. 3000,-. Nanti mau buka minta dibelikan kurma dengan alasan sunnah Nabi SAW, jadi dibeli kurma ½ Kg harganya Rp. 10.000,-. Sementara dia nyetor duit istima’i Rp.3000,- sedangkan makannya untuk puasa saja Rp.15.000,-. Ini berarti Puasa dia tidak diterima oleh Allah Ta’ala, karena puasa memakan benda yang haram. Benda haram apa ? Uang teman dia dimakan untuk menutupi ongkos puasa dia. Kalau mau puasa jangan memesan melebihi target daripada uang yang di setor untuk istima’iyat. Jadi kalau mau puasa, berikan uang kepada khidmat yang diluar budget istima’iyat, secara infirodhi dengan uang dia sendiri mencukupi keperluan dia puasa. Atau orang khidmat Iqrom, menggunakan uang dia sendiri untuk menyenangkan temannya yang sedang berpuasa, dengan keikhlasan dia, bukan makan uang Istima’iyat.
Jadi usaha agama ini adalah untuk meletakkan diri kita pada runaway seperti pesawat yang akan lepas landas. Jadi apa yang mampu, kita usahakan, lalu seiring waktu kita tingkatkan lagi pengorbanan. Jadi kalau ada orang cuman ada 5 juta untuk pergi ke IPB, tidak mencukupi taffakkudnya, maka keluar saja jalan kaki di dalam negeri, atau 4 bulan dalam negeri. Jangan sampai taffakkud tidak cukup ke IPB, malah tidak keluar sama sekali, padahal dia mampu mencari jalur alternatif.
Nabi SAW katakan mahfum :
“ Sesuatu yang tidak bisa dicapai itu, jangan ditinggalkan semuanya…”
Kalau buat kerja dengan ketaqwaan yang sudah sampai disana, barulah fadhilah dari orang bertaqwa ini akan Allah beritahukan :
“Wamai yatakilloha yaj’alahu makhroja. Wayarzukhu min haisu la yahtasib”
artinya : “Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Allah akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Dan barangsiapa bertawakkal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkan keperluannya.”
Jadi nanti Allah berikan jalan keluar kepada orang bertaqwa tadi, jika ketaqwaannya sudah sampai disana, yaitu dibatas ketaqwaan yang Allah kehendaki, dan akan mendapatkan rizki dari arah yang tidak disangka-sangka. Allah berfirman : “Inta takulloh yaja’alahu furqon…”, maksudnya apa ? jadi semakin dia bertaqwa nanti Allah akan berikan dia petunjuk yang hebat sehingga dia dapat membedakan mana yang haq dan yang bathil. Ini kalau kita sudah memilih jalan ketaqwaan. Kalau kita sudah mencapai derajat ketaqwaan tadi baru datang pertolongan Allah. Jadi orang yang sholat dirumah tadi tidak bisa mendapatkan pertolongan Allah.
Jalur ini ada yang namanya :
1. Fatwa à Jalan yang paling ringan atau Minimum Requirement
2. Taqwa à Amal yang terbaik atau batas akhir kemampuan untuk beramal
Kargozari :
Ada seseorang bertanya kepada saya, “Pak ustadz, apakah fatwanya untuk merokok ini, haram atau makruh ?” Jadi saya jawab, “Fatwa yang levelnya paling rendah ini, bagi Iman yang paling rendah, adalah Makruh. Kalau yang Imannya keblinger, Iman yang kacau, rokok ini halal. Bahkan ada yang bilang bahwa rokok ini wajib lagi, Na’udzubillah min dzalik. Hampir saya tampar orang yang mengatakan rokok ini wajib kepada saya.” Jadi ketika selesai bayan orang ini bertanya kepada saya, “Rokok ini haramkah, makruhkah, wajibkah ?” lalu saya bilang, “Adik (karena lebih muda dari saya jauh), baru kali ini saya dengar rokok ini wajib, darimana dalilnya ?” Kata dia, “Sopir bis antar kota ini yang perokok kalau dia menyetir, sambil merokok, maka dia akan tegar dan penumpang bisa selamat semua. Tetapi kalau dia tidak merokok, bisa mengantuk, lalu mobil bisa tabrakan nantinya karena tidak tegar, dan penumpang bisa celaka. Jadikan wajib jadinya ngerokok itu.” Lalu saya jawab,”Itu supir mana dulu, saya ada pengalaman supir dari suatu daerah ini, kalau dia nyetir agar bisa terjaga dia minum Khamar, Brandy atau Bir. Kalau dia minum Brandy itu, 3 hari 3 malam dia bisa nyetir, tegar dan tidak ngantuk, artinya penumpangkan bisa selamat. Kalau tidak minum, bisa hilang ketegaran, jadi suka ngantuk-ngantukan, mobil bisa celaka, penumpang bisa tidak selamat. Kalu gitu minum Khamar ini atau Brandy ini, wajib atau tidak dalam kondisi seperti ini ?” Dia bilang, “Bukan begitu caranya stadz, jelas itu tidak boleh.” Lalu saya katakan,”Makanya otak kamu jangan di ikut-ikutkan orang kafir sana, seenak-enaknya buat fatwa.” Jadi jangan sembarangan membuat-buat perumpamaan, mentang-mentang hebat ilmunya ushul fiqihnya, jangan, tidak boleh itu.
Kalau seseorang ini memilih Fatwa saja, tidak memilih jalur Taqwa, seperti contoh tadi yang mengatakan ngerokok itu makruh, maka orang seperti ini jika dia mendapatkan masalah, Allah tidak akan berikan way out, atau jalan keluar, Allah tidak akan tolong dia. Tetapi kalau orang tadi lebih memilih jalur Taqwa, tidak merokok, baru Allah akan berikan dia way out atau pertolongan.
Kargozari :
Ada seseorang bertanya kepada saya, “Pak Ustadz, yang namanya purdah itu betul-betul wajib atau sunnah saja ?” Lalu saya katakan, “Itu wajib, sebagaimana banyak para ulama menafsirkan demikian.” Tetapi banyak ulama-ulama sekarang yang kacau fatwanya mengatakan bahwa cadar itu tidak ada di Qur’an, yang ada Jilbab, seperti dalam ayat yang artinya mahfum : “Hendaklah mereka menurunkan Jilbabnya.” Sehingga ulama yang ngaco ini menafsirkan bahwa cadar ini tidak ada di Qur’an, yang ada Jilbab. Jilbab itu sebenarnya yang ada di Indonesia, yang dipakai kebanyakan wanita disini, itu kerudung namanya, bukan Jilbab, dalam bahasa arab namanya Shima. Sedangkan Jilbab yang sebenarnya itu adalah baju yang lebar diturunkan dari atas tubuh dia, ini baru namanya jilbab.
Fatwa untuk level yang paling rendah tadi adalah sampai muka saja, tidak ada purdah. Tetapi kalau Fatwa dari ulama kita ini, untuk ukuran Iman yang kuat, adalah tetap pakai purdah bagian muka ini. Sekarang kita pilih ketaqwaan, jika dia masih saja memilih jalan Fatwa tadi, maka jika dia mendapatkan kesulitan, Allah tidak akan berikan pada dia tadi jalan keluar. Bahkan semakin hari Allah tidak akan bukakan pada dia hijab, penghalang, untuk membedakan mana yang Haq dan mana yang bathil. Seperti firman Allah : “Inta taqulloh yaja’alahum furqona”, kalau kamu betul-betul memilih Taqwa, maka Allah akan memberikan kepada kamu ini Furqon, penglihatan yang bisa membedakan antara yang Haq dan yang Bathil, antara yang Halal dan yang Haram. Bahkan kenikmatan beragama tidak akan Allah berikan dalam diri dia. Demi Allah 3x, selama istri tidak pakai purdah, maka dia tidak akan merasakan nikmatnya hadits Nabi SAW. Dusta, bohong, kalau orang mengatakan bahwa saya bisa merasakan kenikmatan manisnya Iman kalau istrinya belum pakai purdah.
Nabi SAW katakan mahfum :
“Sebaik-baik istri ini yang kalau kamu pandang menarik hati kamu.”
Inilah ilmunya Nabi SAW, kalau istri kamu ini khusus untuk menarik pandangan kamu saja. Istri kamu cantik, kalau dia pakai purdah akan tetap seperti itu, cantiknya tidak akan berkurang. Kalau orang lain menganggap istri kita ini seperti ninja, hantu, malu karena tampangnya jelek, biar saja, gak menarik, tidak apa-apa, memang itu yang diinginkan. Memang tujuannya itu agar kita saja yang menikmatinya. Tetapi kalu dirumah, MasyaAllah, biar suaminya saja dan Allah yang tahu kenikmatannya melihat istri melepas purdahnya dirumah. Tetapi kalau istri kita mukanya tidak ditutup purdah, maka jelas akan menarik pandangan orang lain. Seorang ulama mesir, pernah ke mesjid ini, lalu dia berkata bahwa istri Nabi ini yang namanya Ummu Salamah R.ha ini hebat dan pintar sekali orangnya. Beliau ini, Ummu Salamah R.ha, bertanya kepada Nabi SAW, “Ya Rasullullah, jika laki-laki ini tidak boleh dipanjangkan bajunya, sedangkan perempuan harus dipanjangkan, maka sampai dimana panjangnya ya Rasullullah SAW ?” Maka jawab Nabi SAW ini adalah, “Zirroh ( satu genggam dari batas kaki / dibawah mata kaki )” Padahal kaki ini adalah bagian terburuk dari anggota badan, dan sedangkan yang paling hebat adalah muka. Jika bagian tubuh yang paling jelek saja, yaitu kaki, takut terlihat orang lain, bagaimana dengan muka. Ummu Salamah R.ha ketakutan kakinya terlihat orang, padahal bagian yang paling buruk dari badan ini, yang jarang orang mau melihatnya, bagaimana dengan muka. Jadi kalau kita memilih jalan Ketaqwaan, baru Furqon akan Allah berikan.
Contoh :
Seseorang mengamalkan 2.5 jam amal maqomi, pergi 3 hari, dan 40 hari, ini baru Fatwa tingkatannya. Jika ini terus yang kita pertahankan, tidak ada peningkatan, maka wayout atau fadhilah orang bertaqwa tidak akan Allah berikan. Tetapi kalau sudah memilih ketaqwaan, ditingkatkan lagi menjadi 10 hari, lalu ditingkatkan lagi sampai dibatas kemampuan dia yang terakhir, maka orang seperti ini akan Allah berikan jalan keluar berupa pertolongan dan akan mendapatkan fadhilahnya orang bertaqwa. Walaupun dia belum pernah masuk ke Universitas, tetapi karena Allah telah berikan dia Furqon, tetapi untuk menjawab segala permasalahan pandai dia. Walaupun dia tidak bisa bahasa inggris, tidak bisa ilmu eksak dan ilmu pasti lainnya, tetapi Allah beri dia kemampuan untuk mengatasi masalah.
Kisah Sahabat :
Suatu hari Sayidina Ali RA ditantang oleh seorang Yahudi, “Hei Ali jawab 3 pertanyaan saya.” Kata Ali RA,”Silahkan tanyakan apa yang hendak kamu tanyakan.” Si Yahudi memberikan 3 pertanyaan :
1. Tunjukkan kepada saya binatang yang bertelor kemudian menetas, kemudian binatang yang langsung beranak, coba sebutkan ?
1. Berapa jarak antara Timur dan Barat ?
1. Berapa jarak antara langit dan bumi ?
Untuk ukuran kita ini pertanyaan susah sekali, sekalipun dia sekolah di Universitas Indonesia ataupun di Harvard Amerika, belum tentu bisa menjawab. Tetapi Ali RA mudah saja jawabnya, apa dia katakan :
1. Jawaban Pertama : Kalau binatang itu telinganya besar atau nampak, maka binatang itu beranak langsung. Kalau telinganya tidak ada seperti ikan atau ayam, bertelor dulu.
1. Jawaban Kedua : Jarak Timur dan Barat adalah perjalanan matahari satu hari.
1. Jawaban Ketiga : Jarak antara bumi dan langit adalah jarak do’a seorang mukmin yang mustajab.
Yahudi bertanya lagi, “Wahai Ali dimana engkau belajar ?” kalau kita ditanya “Dari universitas mana lulusnya ?” Ali RA katakan dari firman Allah :
“Wattaqulloha wayu’allimuhu kumullah”
Maksudnya : “Taqwalah kamu terus kepada Allah, maka Allah akan ajarkan kamu ilmu apa saja”
Kenapa seorang suami sampai sekarang belum bisa mengatasi istrinya, berarti ketaqwaannya belum benar. Maka terus perbaiki ketaqwaan kita kepada Allah, dan kemampuan ini ditingkatkan terus. Kalau seorang karkun ini 3 hari terus tiap bulan, tidak ada peningkatan, sampai kapan dia mau terus jadi wanita ? mengapa demikian ? Tertib 3 hari, 40 hari, 4 bulan seumur hidup ini tertib perempuan ( yaitu 1/10 waktu ) :
1. 3 Hari setiap bulan à Tertib Haid perempuan
2. 40 Hari setiap tahun à Tertib Cuti wanita setelah melahirkan
3. 4 Bulan seumur hidup à Tertib Masa Iddah ketika suami meninggal
Kita ini harus memakai tertib laki-laki ( tertib Umar RA : 1/3 waktu ) yaitu :
1. 8 Jam Setiap Hari
2. 10 Hari tiap Bulan
3. 4 Bulan Setiap Tahun (minimal)
Jika kita sudah tingkatkan ketaqwaan kita ini sampai pada derajat ketaqwaan laki-laki ini, baru nanti Allah akan ajarkan kepada kita ilmu untuk menyelesaikan masalah. Kalau Ketaqwaan kita ini sudah tinggi pasti hatinya ini akan takluk hanya pada perintah Allah saja. Orang bertaqwa ini tidak akan mencari perkelahian, dia tidak akan mau berkelahi.
“ Innaladzina amanu waamilan sholihat saidjaro man hudjan”
Maksudnya : “Kasih sayang ini akan datang dengan keimanan dan ketaqwan tadi, yaitu dengan amal sholeh.“
Kenapa menjadi berbencian satu sama lain, ini karena ketaqwaan kita lemah. Makanya kalau kita ini sudah bergerak, dan menambah kecepatan dari pada gerak amal kita ini, inilah yang namanya ketaqwaan.
Contoh :
Seperti kipas angin, yang mempunyai 3 batang kipas, dan speednya ada 3. Jika kipas ini hanya pada kecepatan 1, pelan saja, maka belum bisa memberikan kenyamanan. Tetapi kalau kipas ini berputar dengan speed, kecepatan, yang jos, kecepatan 3, baru bisa memberikan kenyamanan.
Jadi kalau umat ini sudah mau memberikan ketaqwaan, bukan jalan fatwa lagi, sampai pada level batas akhir kemampuan, dan lalu dia tingkatkan lagi kemampuannya, maka Allah akan berikan kekuatan pada umat ini, mampu untuk menghilangkan segala khilafiyah yang ada. Segala perbedaan, atau warna pada umat ini akan hilang melalui ketaqwaan tadi.
Contoh :
Kipas ini kalau kita beri warna yang berbeda pada setiap batang kipas, maka ketika berputar pada speed, kecepatan yang pelan, maka walaupun kipas berputar tetapi masih nampak warna dan perbedaannya. Tetapi jika kipas ini berputar pada kecepatan yang jos, yang paling cepat putarannya, maka ketika itu semua warna atau perbedaan akan hilang, warna itu akan menyatu bersama dengan kecepatan. Ketika dengan menggunakan speed yang jos, yang nampak hanya putih saja. Begitu juga dengan umat ini jika dibawa geraknya dalam kecepatan yang jos, speed yang tercepat, maka semua khilafiyah yang ada pada umat ini akan hilang. Jadi kalu umat ini tidak di gerakkan, satu di pesantren NU, satu di pesantren Muhammadiyah, satu Universitas Islam IAIN, satu di pengajian Salafi, maka akan kelihatan perbedaannya, dan khilafiyahnya. Warnanya akan masih nampak jika tidak bergerak, masih terlihat sifat Assobiyahnya. Seperti orang yang menggolong-golongkan ini dayak, ini madura, ini jawa, ini sumatra, yang nampak hanya perbedaan saja, warna saja. Tetapi kalau semuanya sudah digerakkan dalam dakwah dengan speed yang jos, tidak akan lagi terlihat warnanya atau perbedaannya, hanya ada satu warna saja. Jadi yang nampak hanya satu warna saja yaitu warna seorang hamba Allah dan ummatnya Rasullullah SAW.
Kisah Sahabat :
Sangking cepatnya dan tingginya kecepatan gerak dan amal di jaman Nabi SAW, sehingga ada seseorang datang ke mesjid nabi, melihat Nabi dan para Sahabat, dia bertanya, “Siapakah diantara kalian ini yang namanya Rasullullah ?” sampai seorang Nabi saja sudah tidak dikenal lagi dikalangan ummat. Ini karena apa, warnanya sudah satu, asbab josnya kecepatan gerak amal Nabi dan Sahabat RA waktu itu.
Jadi mengapa warna, perbedaan, dan khilafiyah masih nampak pada ummat hari ini. Bahkan warnanya dan perbedaannya semakin nampak dan semakin bertambah. Ini karena ummat tidak digerakkan, tidak dengan kecepatan yang jos, tinggi. Mengapa tidak boleh Jos, justru kita harus Jos, tetapi khos, dengan tertib. Kalau tidak jos amalnya, maka akan makin terlihat warna dan perbedaannya.
Contoh :
Ada orang datang kepada saya dan berkata, “Ustadz saya mampunya masih 3 hari, habisnya saya terikat dengan partai A, dan si fulan terikat dengan partai B.” Orang yang masih seperti ini keluarnya dan sibuknya di partai, maka orang seperti ini jalannya tidak akan pernah benar. Orang seperti ini akan seperti pemain Akrobatik, pemain sirkus. Saya ada punya teman, sebelum pulang ke rumah dari khuruj, dia dinasehati untuk pilih salah satu saja, Dakwah atau Partai Politik. Saya katakan pada dia, Masyeik bilang, seseorang yang buat kerja dakwah, tetapi dia juga kerja buat partai politik, ini seperti orang yang naik di 2 mobil. Satu kaki di mobil panther, satu lagi di mobil kijang, serba salah. Kalau Panthernya lebih cepat dari Kijang, dia akan jatuh, begitu juga sebaliknya. Kalau jalannya sama dia berusaha menyeimbangi dirinya agar tidak jatuh, inikan namanya akrobatik, pemain sirkus yang bisa seperti itu. Jadi orang yang tidak memilih diantara 2 kendaraan ini, maka pilihannya kalau tidak jatuh, berarti dia berbasa-basi dalam dakwah. Selama dia tidak istikhlas suatu saat nanti dia akan terlempar. Jangan kita berbasa-basi dan berkelakuan seperti pemain sirkus. Ketika malam Markaz diajak, dia bilang, “Oh maaf saya tidak bisa ke markaz karena saya ada pertemuan partai”. Tidak bisa pemain sirkus itu dapat menghidupkan dakwah. Mahalah, atau mesjid, anda tidak akan bisa hidup jika cara kerja anda seperti pemain sirkus. Jadi pilih mobil yang paling jos, karena nabi ini ontanya yang paling laju kalau jalan, tidak ada yang bisa membalap onta Nabi SAW. Walaupun Jos, dengan kecepatan tinggi, tetapi Khos, tertib dalam menjalankan, tidak sradak-sruduk jalannya.
Contoh :
Naik Mobil di jalan tol dengan kecepatan 20 km/jam kapan mau sampai di tujuan, padahal orang sudah nunggu. Jadi harus Jos jalannya, cepat lajunya, tetapi harus Khos, tertib, jangan sampai melanggar kesana-kemari, nabrak orang nantinya.
Jadi agama ini mengiginkan umat ini untuk Jos, kecepatan tinggi amalnya, kalau dunia pelan-pelan saja. Maka kata-kata untuk akherat tadi dalam Al Qur’an, “Wassali’u wassadiqu was’au illa dzikrillah fazzuru Illallah…”, maksudnya untuk akherat disuruh lari, ngebut. Dunia ini dikatakan, “Walladzi ja’alalakum alhudzalulan”, maksudnya Allah telah jadikan dunia ini mudah untuk digarap. Lalu dikatakan lagi untuk dunia ini, “Famushu fi manakibiha”, maka berjalanlah dengan gontai, pelan dan santai saja. Jadi untuk dunia kita jalan saja biasa, sedangkan untuk akherat kita harus lari, ngebut. Kalau kita sudah berlari untuk akherat, baru ini namanya ketaqwaan. Allah akan berikan Furqon pada dia, dan Allah akan selesaikan daripada masalah-masalahnya. Tidak ada masalah yang tidak selesai kalau kita sudah memberikan pengorbanan sesuai dengan ketaqwaan, yaitu batas akhir kemampuan, bukan kemauan. Selama masih mengikuti kemauan, tidak akan datang Furqon dan jalan keluar. Tetapi jika sudah sampai batas akhir kemampuan, baru Allah berikan. Jadi perlu kita fikirkan bagaimana kemampuan ini semakin hari semakin ditingkatkan. Dari 3 hari kita tingkatkan sampai mencapai level ketaqwaan tadi.
Kargozari :
Ketika saya di Jogya, beberapa tahun yang lalu, ada majalah di jalan dengan tulisan, “Where Are You Going Tabligh ?”. Jadi dia bertanya, “Tabligh ini mau perginya kemana sih ?” 3 hari jalan kesana kemari, 40 hari, 4 bulan, mau kemana mereka katanya. Maka Maulana Yunus bayankan ketika dia di kebun jeruk, sampai dimana batasan yang ingin dicapai, maka :
“Fa’id amal bimis lima amantum bi fakodistadau..”
maksudnya : “Kalau mereka sudah beriman seperti Imannya kamu wahai para sahabat, mereka sudah dapat hidayah.”
Jadi ummat ini sudah mendapatkan Hidayah, kalau level iman mereka sudah seperti para sahabat RA. Kalau Iman kita belum sampai pada level para sahabat, berarti target kita belum tercapai. Kita ini ingin mencapai level iman para sahabat. Maulana Yunus katakan bahwa sekarang sahabat Nabi ini diatas sumur, cahaya kelihatan dari sudut mereka, sedangkan kita ini di dalam sumur, bahkan di dalam air dalam sumur, kegelapan diatas kegelapan. Sudah jelas tidak tahu keadaan dia sendiri, ada dimana, dan figur, atau contohnya, siapa ? Sehingga tidak punya tolak ukur atau pegangan hidup. Cara tidur saja tidak tahu, tambah lagi orang bilang macam-macam, dari : kaum fanatiklah, extremistlah, dan lain-lain. Sehingga timbul islam liberallah, sekulerlah, semua sunnah nabi dibuat gak cocok, dengan alasan, “Itukan buat dijaman Nabi, sekarangkan sudah beda, tidak sama lagi jamannya. Dan itukan budaya orang arab.” Na’udzubillah mindzalik, katakan kepada mereka, orang yang mengatakan ajaran atau sunnah Nabi SAW ini tidak cocok untuk jaman sekarang ini adalah binatang atau anak buah Iblis. Nabi SAW katakan, “Wama arsalna illa kaffatan linnas rahmatan lil alamin”, maksudnya ajaran atau sunnah Nabi SAW ini untuk semua manusia, disetiap zaman, dan rahmat bagi seluruh alam. Kalau ada orang yang mengatakan bahwa ajaran atau sunnah Nabi SAW ini sudah tidak cocok, berarti dia bukan manusia. Sunnah Nabi SAW inikan “Kaffatan Linnas”, untuk semua manusia, jadi yang bilang tidak cocok itu, bukan golongan manusia, dia itu binatang atau anak buah iblis. Bahkan anehnya ada yang bilang, seperti kalau piring di jilat anjing, Nabi SAW perintahkan untuk membilas dengan air, dibasuh dengan air 7 kali dan 1 diantaranya dengan pasir, lalu apa kata mereka tentang ini, ”itukan dijaman Nabi”. Kata orang ini, ketika itu Nabi SAW tidak punya sabun, kalau jaman sekarangkan sudah ada sabun, jangan pakai cara itu lagi, sudah kadar luarsa namanya. Inilah orang yang dimaksud dengan bukan manusia, mungkin golongan binatang atau iblis. Padahal sudah jelas Allah katakan di Qur’an ini bahwa ajaran Nabi SAW ini untuk semua manusia, jadi dia ikut golongan mana ? manusia kah ? binatang kah ? atau iblis kah ?
Kargozari :
Ketika kami di Mesir, seorang doktor dari Jerman masuk islam, gara-gara membaca hadits yang telah dia uji kebenarannya. Tolong diingat, kalau orang kafir ini boleh menguji Hadits, tapi kalau orang beriman ini tidak boleh menguji-nguji Hadits. Apa yang dilakukan doktor ini, diambil piring lalu dijilatkan piring itu pada anjing. Lalu dia cuci dengan tujuh kali air, satu kali dengan deterjen untuk penelitian yang pertama. Maka ketika dilihat dengan mikroskop, ternyata masih nampak kuman-kuman menempel. Tetapi setelah dia praktekkan hadits nabi yaitu dengan menggunakan 7 kali basuh dengan air, satu diantaranya dengan pasir, maka hasilnya di penelitian dia yang kedua ini bersih tidak ada kuman. Melihat hal ini, tergugah hatinya, langsung dia masuk islam. Orang kafir masuk islam gara-gara hadits ini, sementara orang islam bilang hadits ini sudah kadar luarsa. Inikan namanya orang islam yang seperti ini otaknya keblinger.
Jadi untuk agama ini kita harus jos, untuk dunia kita harus santai, tidak usah buru-buru. Kalau kita sudah sampai ke derajat taqwa, jos dalam amal, baru nanti Allah berikan jalan keluar. Tetapi ingat disini Jos yang Khos, Jos Khos, Jos tapi tertib, sedangkan Jos tidak tertib, ini namanya Jos Bosh. Berangkat tetapi tidak mau ditaffakkud, ini yang namanya Jos tetapi tidak tertib, dia ini ngaco namanya, mencelakakan orang banyak, akhirnya kayak tadi memakan makanan yang haram. Alasannya atas nama kesetiakawanan semua uang diambil dan dikumpulkan untuk membantu yang susah, tetapi susahnya karena tidak mau di taffakkud, inilah yang namanya PKI, semuanya milik negara. Kita ini bukan PKI, tetapi kita ini da’i, yang keluarnya dengan uang dia masing-masing sesuai dengan keuangan dia ketika di taffakkud, bukan dengan uang temennya untuk keluar, makan duit haram namanya. Jadi keluar ini harus tertib, inilah sebabnya sebelum keluar ini harus ditafakkud, dimusyawarahkan, untuk menuju kepada Khos tadi, tertib. Jadi kita ini jos bukan mengikuti kemauan sendiri saja, tetapi harus dengan tertib, dengan musyawarah. Kesalahan kerja yang kita letakkan dalam musyawarah, ini lebih baik daripada kebenaran diluar musyawarah. Walaupun salah tetapi betul-betul hasil dari musyawarah, dan bukan dari musyawarah ngaco, ini lebih baik daripada kebenaran diluar musyawarah. Seseorang gerak sendiri diluar musyawarah, walaupun itu baik yang dikerjakannya, tetapi kalau dimusyawarahkan, walaupun dia salah maka ini lebih baik, dan dosanya akan diampunkan.
Kisah Sahabat :
Dalam perang Badr 70 orang kafir quraish tertangkap, lalu dimusyawarahkan oleh Nabi SAW dan para sahabat, hendak diapakan tawanan ini. Dalam musyawarah itu diminta usulan-usulan oleh Nabi SAW dari para Sahabat RA :
1. Umar RA katakan supaya masing-masing kita ambil keluarganya diantara tawanan ini lalu tebas lehernya. Supaya dihati kita ini tahu tidak ada lagi perasaan cinta pada keluarga yang gak karuan kepada yang kafir-kafir, betul-betul cinta pada Allah saja.
1. Jabir RA lebih hebat lagi usulannya, dia usulkan agar bawa semua tahanan ini dimasukkan kedalam tahanan lalu bakar semuanya.
1. Abu Bakar RA mengusulkan bahwa dikarenakan mereka keluarga kita juga, jadi kita tarik fidyah saja dari mereka, uang ini nantikan bisa digunakan untuk kekuatan kita. Dan yang tidak punya duit bisa mengajar anak-anak kita sebanyak 10 orang. Jadi tawanan ini bermanfaat untuk kekuatan kita.
Lalu semuanya ditertibkan oleh Nabi SAW dengan mengambil keputusan sesuai dengan pendapat Abu Bakar RA. Besok harinya Nabi SAW menangis dibawah pohon bersama Abu Bakar Siddiq RA. Lalu Umar RA melihat dan bertanya, “Mengapa engkau berdua menangis ya Rasullullah ? Beritahukanlah kepada saya agar saya bisa ikut menangis juga.” Lalu Nabi SAW katakan, “Wahai Umar, Allah lebih suka dengan pendapat kamu kemarin. Sebenarnya adzab sudah turun setinggi batang kurma ini, gara-gara keputusan mengambil duit fidyah kemarin. Tetapi karena musyawarah, adzab tidak jadi turun. Andaikata keputusan itu diambil tanpa musyawarah maka adzab saat itu juga langsung turun.” Jadi keputusan yang salah dalam musyawarah diampunkan oleh Allah, dan anehnya lagi tetap saja duit dapat, dunia untung dan akheratnyapun untung.
Contoh :
Banyak orang yang bilang, “Wah ini apa kita harus musyawarah dengan karkun lemah-lemah ? diajak musyawarah tidak nyambung lagi nanti bicaranya.” Akhirnya orang macam ini dia bikin geng sendiri atau markaz sendiri. Jangan begini caranya, ini berbahaya, bisa kebawa oleh iblis.
Yang namanya Da’i itu ada 2 saja yaitu : Nabi atau Iblis. Jadi yang akan dibawa oleh Iblis itu apa ? Iblis ini dakwahnya adalah bagaimana orang membesarkan dia, kalau Nabi itu tidak seperti itu caranya. Jadi untuk mengetahui dakwah nabi itu atau bukan, mudah saja, apa ukurannya, Allah firmankan :
“ Maa kana li basharin ayyusi allah wal kitaba wal hukma wan nubuwata summa yakulla linnas kunnu ibadanni walakin kunnu rabbaniyina bima kuntum tu’alim na kitabuha watubarushu..”
Tidak ada satu orang manusiapun yang Allah berikan kepada mereka Al Kitab, Hikmah, dan Kenabian. Dia ini tidak pernah mengatakan kepada ummatnya, “Jadilah kamu pengagum saya, hamba-hamba saya”. Jadi tidak ada para Nabi itu mengajak ummatnya untuk mengagungkan dirinya. Tetapi apa yang ditaskil nabi ini ? yang ditaskil nabi ini adalah jadilah kamu orang yang dekat terus dengan Allah, tetapi dengan ilmu yang kamu ajarkan dan yang kamu pelajari. Jadi kalau mereka ini sudah fikir mau bikin markaz sendiri, ini sudah pasti dakwahnya seperti iblis, karena ingin mengagung-agungkan nama-nama pribadi atau orang tertentu. Jadi yang dibesarkan oleh pengikutnya nanti adalah nama dia itu, inilah dakwah iblis dan anak buahnya iblis. Tetapi kalau seseorang terus menempatkan dirinya dalam istimaiyat amal, maka dia akan menuju kepada “Kunnu Rabbani” berdekatan dengan Allah. Satu gerakan Islam itu dapat dikatakan benar, jika pengikutnya tidak bergitu kenal siapa pemimpinnya. Dan gerakan islam akan dikatakan nyeleweng jika pengikutnya sudah mengenal betul pemimpinnya, tetapi tidak mengenal Allah. Gerakan islam yang betul adalah gerakan yang mampu membawa pengikutnya untuk semakin hari semakin mengenal Allah, bukan pemimpinnya. Jadi jangan kita coba membuat gerakan sendiri-sendiri, sehingga nanti sifat kita akan seperti Iblis yang mengatakan,”Anna Khoirum minhum”, yaitu rasa atau pemikiran “Saya lebih baik dari dia.” Sebagaimana seorang karkun tidak mau bermusyawarah dengan alasan, “Mereka itukan orang lemah-lemah.”
Perbandingan Nabi SAW dan Sahabat RA :
Nabi SAW dibedah dadanya untuk dibersihkan hatinya dari berbagai macam penyakit hati sebanyak 4 kali :
1. Ketika umur 4 tahun agar hilang sifat kekanak-kanakannya
2. Ketika remaja agar hilang sifat pubernya
3. Ketika hendak menjadi Nabi agar ada kesiapan untuk menerima wahyu
4. Ketika akan Isra’ Mi’raj agar hati ini ketika menghadap Allah dalam keadaan bersih dan suci
Sahabat Nabi tidak ada yang pernah dibedah, sebelum masuk islam, mereka adalah orang yang jahil lagi. Sahabat sebelum mengenal islam ada yang pernah mandi khamr, bunuh anaknya hidup-hidup, ngebelah perut wanita hamil untuk judi. Tetapi disini orang yang sudah dibedah dadanya untuk dibersihkan hatinya oleh Allah, disuruh Allah untuk bermusyawarah dengan orang yang latar belakangnya seperti sahabat tadi. Sekarang adakah diantara kita yang sudah pernah mandi arak ? atau mengubur anaknya hidup-hidup ? membunuh wanita hamil untuk berjudi ? atau ada tidak yang sudah dibedah dadanya untuk dibersihkan hatinya oleh Allah ? Jadi terlalu sombong orang yang tidak pernah dibersihkan dadanya oleh Allah secara langsung, tidak mau bermusyawarah dengan orang yang latar belakangnya tidak separah sahabat sebelum masuk islam. Inilah pentingnya kite meletakkan kerja kita dalam musyawarah agar Allah ridho pada kita dan mau membantu kita memenuhi takaza-takaza yang ada.

Kamis, 05 September 2013

PENGERTIAN ZAKAT DAN KEDUDUKANNYA DALAM ISLAM

Secara bahasa, zakat itu bermakna : [1] bertambah, [2] suci, [3] tumbuh [4] barakah.[1] Makna yang kurang lebih sama juga kita dapati bila membuka kamus Lisanul Arab.
Sedangkan secara syara`, zakat itu bermakna bagian tertentu dari harta yang dimiliki yang telah Allah l wajibkan untuk diberikan kepada mustahiqqin (orang-orang yang berhak menerima zakat).[2]
 Kata zakat di dalam Al-Quran disebutkan 32 kali. 30 kali dengan makna zakat dan dua kali dengan konteks dan makna yang bukan zakat. 8 dari 30 ayat itu turun di masa Mekkah dan sisanya yang 22 turun di masa Madinah.[3]
Sedangkan Imam An-Nawawi t mengatakan bahwa istilah zakat adalah istilah yang telah dikenal secara `urf oleh bangsa Arab jauh sebelum masa Islam datang. Bahkan sering disebut-sebut dalam syi`ir-syi`ir Arab Jahili sebelumnya.
Hal yang sama dikemukakan oleh Daud Az-Zhahiri yang mengatakan bahwa kata zakat itu tidak punya sumber makna secara bahasa. Kata zakat itu merupakan `urf dari syariat Islam.
Perbedaan Antara Zakat, Infaq dan Shadaqah
Bagaimana kaitan atau perbedaan definisi zakat ini dengan pengertian infaq dan shadaqah? Al Jurjani [4]dalam kitabnya At Ta’rifaat menjelaskan bahwa infaq pengertiannya adalah penggunaan harta untuk memenuhi kebutuhan.
 Dengan demikian, infaq mempunyai cakupan yang lebih luas dibanding zakat. Dalam kategorisasinya, infak dapat diumpamakan dengan “alat transportasi” –yang mencakup kereta api, mobil, bus, kapal, dan lain-lain– sedang zakat dapat diumpamakan dengan “mobil”, sebagai salah satu alat transportasi.
Maka hibah, hadiah, wasiat, wakaf, nazar (untuk membelanjakan harta), nafkah kepada keluarga, kaffarah (denda) berupa harta adalah termasuk infaq. Bahkan zakat itu sendiri juga termasuk salah satu kegiatan infaq. Sebab semua itu merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan pihak pemberi maupun pihak penerima.
Dengan kata lain, infaq merupakan kegiatan penggunaan harta secara konsumtif, yakni pembelanjaan atau pengeluaran harta untuk memenuhi kebutuhan, bukan secara produktif, yaitu penggunaan harta untuk dikembangkan dan diputar lebih lanjut secara ekonomis (tanmiyatul maal).
Sedangkan untuk istilah shadaqah, maknanya berkisar pada 3 (tiga) pengertian berikut ini :
Pertama, shadaqah dapat didefinisikan sebagai pemberian harta kepada orang-orang fakir, orang yang membutuhkan, ataupun pihak-pihak lain yang berhak menerima shadaqah, tanpa disertai imbalan[5]
Shadaqah ini hukumnya adalah sunnah, bukan wajib. Karena itu, untuk membedakannya dengan zakat yang hukumnya wajib, para fuqaha menggunakan istilah shadaqah tathawwu’ atau ash shadaqah an nafilah Sedang untuk zakat, dipakai istilah ash shadaqah al mafrudhah[6] Namun hukum sunnah ini bisa menjadi haram, bila diketahui bahwa penerima shadaqah akan memanfaatkannya pada yang haram, sesuai kaidah syara’ : “Al wasilatu ilal haram haram”,“Segala perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram pula”.
Bisa pula hukumnya menjadi wajib, misalnya untuk menolong orang yang berada dalam keadaan terpaksa yang amat membutuhkan pertolongan, misalnya berupa makanan atau pakaian. Menolong mereka adalah untuk menghilangkan dharar yang wajib hukumnya.
Jika kewajiban ini tak dapat terlaksana kecuali dengan shadaqah, maka shadaqah menjadi wajib hukumnya, sesuai kaidah syara’ : “Maa laa yatimmul wajibu illa bihi fahuwa wajib”, “Segala sesuatu yang tanpanya suatu kewajiban tak terlaksana sempurna, maka sesuatu itu menjadi wajib pula hukumnya”
Dalam ‘urf (kebiasaan) para fuqaha, sebagaimana dapat dikaji dalam kitab-kitab fiqh berbagai madzhab, jika disebut istilah shadaqah secara mutlak, maka yang dimaksudkan adalah shadaqah dalam arti yang pertama ini (yaitu yang hukumnya sunnah) bukan zakat.
Kedua, shadaqah adalah identik dengan zakat[7] Ini merupakan makna kedua dari shadaqah, sebab dalam nash-nash syara’ terdapat lafazh “shadaqah” yang berarti zakat. Misalnya firman Allah l :

“Sesungguhnya zakat-zakat itu adalah bagi orang-orang fakir, orang-orang miskin, amil-amil zakat …” (QS At Taubah : 60)

Dalam ayat tersebut, “zakat-zakat” diungkapkan dengan lafazh “ash shadaqaat”. Begitu pula sabda Nabi 
y kepada Mu’adz bin Jabal RA ketika dia diutus Nabi ke Yaman : “…Beritahukanlah kepada mereka (Ahli Kitab yang telah masuk Islam), bahwa Allah telah mewajibkan zakat atas mereka, yang diambil dari orang kaya di antara mereka, dan diberikan kepada orang fakir di antara mereka…” (HR. Bukhari dan Muslim)

Pada hadits di atas, kata “zakat” diungkapkan dengan kata “shadaqah”.
Berdasarkan nash-nash ini dan yang semisalnya, shadaqah merupakan kata lain dari zakat. Namun demikian, penggunaan kata shadaqah dalam arti zakat ini tidaklah bersifat mutlak. Artinya, untuk mengartikan shadaqah sebagai zakat, dibutuhkan qarinah (indikasi) yang menunjukkan bahwa kata shadaqah –dalam konteks ayat atau hadits tertentu– artinya adalah zakat yang berhukum wajib, bukanshadaqah tathawwu’ yang berhukum sunnah.
 Pada ayat ke-60 surat At Taubah di atas, lafazh “ash shadaqaat”diartikan sebagai zakat (yang hukumnya wajib), karena pada ujung ayat terdapat ungkapan “faridhatan minallah” (sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah).
Ungkapan ini merupakan qarinah, yang menunjukkan bahwa yang dimaksud dengan lafazh “ash shadaqaat” dalam ayat tadi, adalah zakat yang wajib, bukan shadaqah yang lain-lain.
Begitu pula pada hadits Mu’adz, kata “shadaqah” diartikan sebagai zakat, karena pada awal hadits terdapat lafazh “iftaradha”(mewajibkan/memfardhukan). Ini merupakan qarinah bahwa yang dimaksud dengan “shadaqah” pada hadits itu, adalah zakat, bukan yang lain.
Dengan demikian, kata “shadaqah” tidak dapat diartikan sebagai “zakat”, kecuali bila terdapat qarinah yang menunjukkannya.
Ketiga, shadaqah adalah sebutan bagi sesuatu yang ma’ruf (benar dalam pandangan syara’). Pengertian ini didasarkan pada hadits shahih riwayat Imam Muslim bahwa Nabi y bersabda : “Kullu ma’rufin shadaqah” (Setiap kebajikan, adalah shadaqah).

Berdasarkan ini, maka mencegah diri dari perbuatan maksiat adalah shadaqah, memberi nafkah kepada keluarga adalah shadaqah, beramar ma’ruf nahi munkar adalah shadaqah, menumpahkan syahwat kepada isteri adalah shadaqah, dan tersenyum kepada sesama muslim pun adalah juga shadaqah.
Agaknya arti shadaqah yang sangat luas inilah yang dimaksudkan oleh Al Jurjani ketika beliau mendefiniskan shadaqah dalam kitabnyaAt Ta’rifaat. Menurut beliau, shadaqah adalah segala pemberian yang dengannya kita mengharap pahala dari Allah l.
 Pemberian (al ‘athiyah) di sini dapat diartikan secara luas, baik pemberian yang berupa harta maupun pemberian yang berupa suatu sikap atau perbuatan baik.
Jika demikian halnya, berarti membayar zakat dan bershadaqah (harta) pun bisa dimasukkan dalam pengertian di atas. Tentu saja, makna yang demikian ini bisa menimbulkan kerancuan dengan arti shadaqah yang pertama atau kedua, dikarenakan maknanya yang amat luas. Karena itu, ketika Imam An Nawawi dalam kitabnya Sahih Muslim bi Syarhi An Nawawi mensyarah hadits di atas (“Kullu ma’rufin shadaqah”) beliau mengisyaratkan bahwa shadaqah di sini memiliki arti majazi (kiasan/metaforis), bukan arti yang hakiki (arti asal/sebenarnya).
Menurut beliau, segala perbuatan baik dihitung sebagai shadaqah, karena disamakan dengan shadaqah (berupa harta) dari segi pahalanya (min haitsu tsawab). Misalnya, mencegah diri dari perbuatan dosa disebut shadaqah, karena perbuatan ini berpahala sebagaimana halnya shadaqah. Amar ma’ruf nahi munkar disebut shadaqah, karena aktivitas ini berpahala seperti halnya shadaqah. Demikian seterusnya.
Walhasil, sebagaimana halnya makna shadaqah yang kedua, makna shadaqah yang ketiga ini pun bersifat tidak mutlak. Maksudnya, jika dalam sebuah ayat atau hadits terdapat kata “shadaqah”, tak otomatis dia bermakna segala sesuatu yang ma’ruf, kecuali jika terdapatqarinah yang menunjukkannya. Sebab sudah menjadi hal yang lazim dan masyhur dalam ilmu ushul fiqih, bahwa suatu lafazh pada awalnya harus diartikan sesuai makna hakikinya. Tidaklah dialihkan maknanya menjadi makna majazi, kecuali jika terdapat qarinah. Terdapat sebuah kaidah ushul menyebutkan : “Al Ashlu fil kalaam al haqiqah.”, (Pada asalnya suatu kata harus dirtikan secara makna aslinya).
Namun demikian, bisa saja lafazh “shadaqah” dalam satu nash bisa memiliki lebih dari satu makna, tergantung dari qarinah yang menunjukkannya. Maka bisa saja, “shadaqah” dalam satu nash berarti zakat sekaligus berarti shadaqah sunnah. Misalnya firman Allah :
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka…” (At Taubah : 103)

Kata “shadaqah” pada ayat di atas dapat diartikan “zakat”, karena kalimat sesudahnya “kamu membersihkan dan mensucikan mereka” menunjukkan makna bahasa dari zakat yaitu “that-hiir” (mensucikan). Dapat pula diartikan sebagai “shadaqah” (yang sunnah), karena sababun nuzulnya berkaitan dengan harta shadaqah, bukan zakat. Menurut Ibnu Katsir ayat ini turun sehubungan dengan beberapa orang yang tertinggal dari Perang Tabuk, lalu bertobat seraya berusaha menginfakkan hartanya. Jadi penginfakan harta mereka, lebih bermakna sebagai “penebus” dosa daripada zakat.
Karena itu, Ibnu Katsir berpendapat bahwa kata “shadaqah” dalam ayat di atas bermakna umum, bisa shadaqah wajib (zakat) atau shadaqah sunnah.[8]
As Sayyid As Sabiq juga menyatakan, “shadaqah” dalam ayat di atas dapat bermakna zakat yang wajib, maupun shadaqah tathawwu’.[9]

B. Kedudukan dan fadhilah zakat
 Zakat merupakan salah satu pilar dari pilar islam yang lima, Allah l. telah mewajibkan bagi setiap muslim untuk mengeluarkannya sebagai penyuci harta mereka, yaitu bagi mereka yang telah memiliki harta sampai nishab (batas terendah wajibnya zakat) dan telah lewat atas kepemilikan harta tersebut masa haul (satu tahun bagi harta simpanan dan niaga, atau telah tiba saat memanen hasil pertanian).
Banyak sekali dalil-dalil baik dari al-quran maupun as-sunnah sahihah yang menjelaskan tentang keutamaan zakat, infaq dan shadaqah.
Sebagaimana firman Allah ltaala :

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah : 277 )

“Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. Ar Ruum : 39 ) .

“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan, maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al Baqarah : 274 ) .
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. At Taubah : 103 )

Adapun hadist-hadits nabawi yang menjelaskan akan keutamaannya antara lain :
Dari Abu Hurairah a bahwa seorang Arab Badui mendatangi Nabi yseraya berkata, “Wahai Rasulullah, beritahu aku suatu amalan, bila aku mengerjakannya, aku masuk surga?”, Beliau bersabda :“Beribadahlah kepada Allah dan jangan berbuat syirik kepada-Nya, dirikan shalat, bayarkan zakat yang diwajibkan, dan berpuasa di bulan Ramadhan,” ia berkata, “Aku tidak akan menambah amalan selain di atas”, tatkala orang tersebut beranjak keluar, Nabi ybersabda : “Siapa yang ingin melihat seorang lelaki dari penghuni surga maka lihatlah orang ini”. (Muttafaq ’alaih)

Allah 
l, adalah Dzat yang Maha Suci dan tidak akan menerima kecuali hal-hal yang suci dan baik, demikian juga shadaqah kecuali dari harta yang suci dan halal.
Rasulullah y bersabda :
Dari Abu Hurairah a, ia berkata : “Rasulullah y bersabda : “Siapa yang bersedekah dengan sebiji korma yang berasal dari usahanya yang halal lagi baik (Allah tidak menerima kecuali dari yang halal lagi baik), maka sesungguhnya Allah menerima sedekah tersebut dengan tangan kanan-Nya kemudian Allah menjaga dan memeliharanya untuk pemiliknya seperti seseorang di antara kalian yang menjaga dan memelihara anak kudanya. Hingga sedekah tersebut menjadi sebesar gunung.” (Muttafaq ’alaih)
Zakat, infaq dan shadaqah memiliki fadhilah dan faedah yang sangat banyak, bahkan sebagian ulama telah menyebutkan lebih dari duapuluh faedah, diantaranya:

1- Ia bisa meredam kemurkaan Allah, Rasulullah 
y, bersabda:“Sesunggunhnya shadaqah secara sembunyi-sembunyi bisa memadamkan kemurkaan Rabb (Allah).” (Shahih At-targhib)

2- Menghapuskan kesalahan seorang hamba, beliau bersabda: “Dan Shadaqah bisa menghapuskan kesalahan sebagaimana air memadamkan api.” (Shahih At-targhib)

3- Orang yang bersedekah dengan ikhlas akan mendapatkan perlindungan dan naungan Arsy di hari kiamat. Rasulullah 
y bersabda : “Tujuh kelompok yang akan mendapatkan naungan dari Allah pada hari yang tidak ada naungan kecuali naungan-Nya diantaranya yaitu: “Seseorang yang menyedekahkan hartanya dengan sembunyi-sembunyi sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang diinfakkan oleh tangan kanannya.” (Muttafaq ‘alaih)

4- Sebagai obat bagi berbagai macam penyakit baik penyakit jasmani maupun rohani. Rasulullah saw, bersabda: “Obatilah orang-orang yang sakit diantaramu dengan shadaqah.” (Shahih At-targhib)
Beliau y juga bersabda kepada orang yang mengeluhkan tentang kekerasan hatinya: “Jika engkau ingin melunakkan hatimu maka berilah makan pada orang miskin dan usaplah kepala anak yatim.”(HR. Ahmad)

5- Sebagai penolak berbagai macam bencana dan musibah.

6- Orang yang berinfaq akan didoakan oleh malaikat setiap hari sebagaimana sabda Rasulullah 
“Tidaklah datang suatu hari kecuali akan turun dua malaikat yang salah satunya mengatakan, “Ya Allah, berilah orang-orang yang berinfaq itu balasan, dan yang lain mengatakan, “Ya Allah, berilah pada orang yang bakhil kebinasaan (hartanya).” (Muttafaq ‘alaihi)

7- Orang yang membayar zakat akan Allah berkahi hartanya, Rasulullah 
y bersabda : “Tidaklah shadaqah itu mengurangi harta.”(HR. Muslim)

8- Allah
l akan melipatgandakan pahala orang yang bersedekah,Allah lberfirman : 
“Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah, pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya di jalan Allah), Maka Allah akan memperlipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda yang banyak. dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki) dan kepada-Nya-lah kamu dikembalikan.” (QS. Al-Baqarah: 245)

9- Shadaqah merupakan indikasi kebenaran iman seseorang, Rasulullah 
y bersabda, “Shadaqah merupakan bukti (keimanan).”(HR.Muslim)[10]

10- Shadaqah merupakan pembersih harta dan mensucikannya dari kotoran, sebagaimana wasiat beliau kepada para pedagang, “Wahai para pedagang sesungguhnya jual beli ini dicampuri dengan perbuatan sia-sia dan sumpah oleh karena bersihkanlah ia dengan shadaqah.” (HR. Ahmad, Nasai dan Ibnu Majah)

Inilah diantara beberapa manfaat dan faidah dari zakat, infaq, dan shadaqah yang disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, kita memohon semoga Allah 
l menjadikan kita termasuk orang-orang yang senang berinfaq dan bershadaqah serta menunaikan zakat dengan ikhlas karena mengharap wajah dan keridhaan-Nya, amin ya rabbal ‘alamin.


Dalam Fiqhus Syaikh Sayyid Sabiq menulis, “Zakat adalah salah satu amalan fardhu yang telah disepakati ummat Islam dan sudah sangat terkenal sehingga termasuk dharurriyatud din (pengetahuan yang pokok dalam agama), yang mana andaikata ada seseorang mengingkari wajibnya zakat, maka dinyatakan keluar dari Islam dan harus dibunuh karena kafir. Kecuali jika hal itu terjadi pada seseorang yang baru masuk Islam, maka dimaafkan karena belum mengerti hukum-hukum Islam.”
Masih menurut Sayyid Sabiq, “Adapun orang-orang yang enggan membayar zakat, namun meyakininya sebagai kewajiban, maka ia hanya berdosa besar karena enggan membayarnya, tidak sampai keluar dari Islam. Dan, penguasa yang sah berwenang memungut zakat tersebut darinya dengan paksa”. Dalam hal ini penguasa berhak  menyita separuh harta kekayaannya sebagai sangsi baginya, hal ini berdasar pada hadits dari Bahz bin Hakim dari bapaknya dari datuknya a ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah y bersabda yang artinya, “Pada setiap unta yang digembalakan ada zakatnya, setiap 40 ekor (zakatnya) adalah seekor anak unta betina yang selesai menyusu; unta tidak dipisahkan dari perhitungannya; barangsiapa yang membayar zakat itu untuk memperoleh pahala, maka ia pasti akan mendapat pahala itu, tetapi orang yang tidak membayarnya kami akan memungut zakat itu beserta separuh kekayaannya. Ini merupakan salah satu ketentuan tegas dari Rabb kita, yang mana bagi keluarga Muhammad tidak halal menerimanya sedikitpun.”[11]
Jika ada suatu kaum yang mau mengeluarkannya, namun mereka tetap meyakini akan kewajiban mengeluarkan zakat, dan mereka memiliki kekuatan dan pertahanan. Maka mereka harus diperangi karena sikapnya hingga sadar membayarnya sebagaimana yang telah dilakukan khalifah Abu Bakar kepada sekelompok manusia yang enggan menunaikan zakat.  Juga telah disebutkan dalam sebuah hadits, Nabi y bersabda, “Saya diperintahkan untuk memerangi mereka, kecuali bila mereka sudah mengikrarkan syahadat bahwa tiada Ilah (yang patut diibadahi) selain Allah dan Muhammad adalah Rasul utusan-Nya, menegakkan shalat, dan membayar zakat. Bila mereka sudah melaksanakan hal itu, maka darah mereka dan harta kekayaan mereka memperoleh perlindungan dari saya, kecuali oleh karena hak-hak Islam lain, yang dalam hal ini perhitungannya diserahkan kepada Allah.” (Muttafaqqun ’alaih).




[1] Lihat kamus Al-Mu`jam al-Wasith jilid 1 hal. 398.
[2] Fiqhu az-Zakah karya Syeikh Dr. Yusuf Al-Qaradawi jilid 1 halaman 38.

[3] Al-Mu`jam Al-Mufahras karya Ust. Muhammad fuad Abdul Baqi.

[4] Lihat Sharful maal ilal haajah, Al Jurjani, tt : 39.
[5]  Lihat Mahmud Yunus, 1936 : 33, Wahbah Az Zuhaili, 1996 : 919.
[6] Lihat Mahmud Yunus, 1936 : 33, Wahbah Az Zuhaili, 1996 : 916.
[7] Zallum : 148.
[8] Tafsir Ibnu Katsir Juz II: 364
[9] Fiqhus Sunnah Juz I : 277
[10] Zakat adalah indikasi keimanan, dari sinilah Abu Bakar shidiq sampai memberikan pernyataan yang tegas kepada para pembangkang zakat :”Demi Allah, akan aku perangi mereka-mereka yang membedakan antara shalat dan zakat, karena zakat adalah hak harta, demi Allah, seandainya mereka melarang aku untuk mengeluarkan zakat domba kecil yang pada masa Rasulullah y ditunaikan, niscaya akan aku perangi mereka”. (Lihat kisah selengkapnya dalam Naiul Authar IV:119)

[11] ‘Aunul Ma’bud IV:452 no:1560, Nasa’i V:25, al-Fathur Rabbani VIII:217 no:28.